Translate

Senin, 15 Januari 2018

YAYAK YATMAKA

Pendidik Anak yang Pernah Buron

Rezim menghegemoni lewat jingle. Maka ia mencipta counter-jingle

Malam kian larut. Pengunjung acara bertajuk “Panggung Rakyat” di panggung terbuka Taman Budaya Mataram, berangsur-angsur susut. Seorang laki-laki berambut gondrong dan berperawakan kurus, terlihat sibuk membereskan sound system. Usai menggulung kabel, kakinya melangkah ke kerumunan orang yang sedang menonton anak-anak menggambar. Agaknya ada beberapa orang kawannya yang lama tak bersua. Ia menyapa dan menyalami. Suaranya agak serak, meski tetap hangat dan bersemangat. Ya, ia memang tak asing bagi kalangan aktivis Mataram.

Kamis, 18 Juni 2015

Satu Parsel Seribu Cerita



Parsel bisa punya beragam arti. Parsel berarti daur ekonomi terus berjalan bagi para pedagang yang mencoba menarik untung di bulan lebaran ini. Parsel berarti hubungan. Say it with parcel dan bisnis Anda selanjutnya bisa lebih lancar. Tapi parsel bisa jadi benturan. Misalnya, yang dikirimi merasa dirinya tak pantas menerimanya. Apa yang terjadi ketika bingkisan itu terkirim? Banyak cerita tentang parsel. Sebagian diantaranya kami hidangkan sambil menikmati indahnya lebaran ini.


Parsel berarti peluang meraih untung bagi sejumlah tauke di pusat pertokoan Cakranegara. Nyatanya, di MGM Plaza, lebaran tahun lalu omzet penjualan parsel mencapai Rp 80 juta. Untuk tahun ini, pada pertengahan puasa saja pihak MGM sudah melayani 300 pesanan.
Hal senada dikatakan Made Suryani, staf personalia Ruby Departemen Store di sekitar Jalan Pejanggik. Menurutnya, parsel membuka peluang keuntungan yang menjanjikan. Meski tak sebesar MGM Plaza, omzet parsel yang dikelola pihaknya bisa mencapai Rp 40 juta. Hingga seminggu menjelang lebaran saja, dari total target 500 parsel yang akan dijual tahun ini Suryani mengaku lebih dari 50 persen telah diangkut konsumen.
Menjelang Idul Fitri kali ini, bisnis parsel di sejumlah toko di Cakranegara memang makin marak. Selain kedua toko diatas, parsel pun bisa ditemui di beberapa tempat lainnya, misalnya di Tiara Muda, Mataram Plaza atau pun di Hero Supermarket di Komplek Mataram Mall. Belum lagi parsel bikinan ibu-ibu rumah tangga di beberapa komplek perumahan, yang dipasarkan melalui kenalan dekatnya. Iseng-iseng sambil menghitung untung.

Sabtu, 06 Juni 2015

Klas Menengah dan Politik Lombok Paska-Orde Baru



..........
Klas-Klas Sosial dan Politik Dominan Lama. Menurut kategori sosial tradisional, penduduk Pulau Lombok terbagi menjadi dua kelompok penting: di satu pihak, mereka yang merupakan elite, yaitu (1) lalu (raden/bangsawan)/tuan guru (kyai) dan, di lain pihak, mereka yang, karena kehadiran yang pertama, dinamakan massa, yaitu {1) jejer karang (orang biasa) dan (2) jamaah (komunitas-komunitas pengajian dengan mesjid dan pondok pesantren sebagai pusatnya). Terutama adalah mereka yang termasuk dalam kategori massa ini yang merupakan pembentuk klsifikasi penduduk termiskin Lombok yang pada tingkat provinsi berjumlah 1,031 juta atau 25,38 persen dari keseluruhan jumlah penduduk.



Klas-Klas Sosial dan Politik Baru. Bagaimanapun juga, bukan hanya kelompok-kelompok social di atas yang mengisi panggung ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan Lombok. Beriringan dengan penyebaran pendidikan –berdirinya perguruan-perguruan tinggi (baik negeri maupun swasta), dan proses industrialisasi yang dilancarkan berdasarkan politik "pembangunanisme" rezim Orde Baru sejak 1967, kelompok-kelompok social barupun terbentuk. Dalam kaitannya dengan proses industrialisasi, dua industry berkembang di NTB..............

Jumat, 05 Juni 2015

Lombok Khas: Nyatut Emas



Kalau terdesak kebutuhan uang, tentu barang paling cepat “lari”-nya adalah emas. Maklum, selain barang kebanggaan, logam mulia itu juga bisa dijadikan asset darurat. Maksudnya, bila kebutuhan tiba-tiba datang menyergap maka emas paling mudah dipindahtangankan.

Walau bukan termasuk kebutuhan primer, logam mulia itu selalu ramai diperjualbelikan masyarakat. Ramainya perputaran bisnis logam mulia itu menggoda banyak orang mencoba meraih peruntungan. Bagi yang punya modal, bisa punya toko perhiasan khusus emas atau  sekedar jadi tukang emas. Itu bagi yang bermodal, tapi yang cuma modal cekak pun tak mau ketinggalan. Coba lihat inaq-inaq (ibu-ibu) yang banyak ditemukan di sekitar pegadaian atau toko-toko yang berjualan emas.

Jadi,  kemana paling cepat menawarkan emas?  Kalau mau harga ”titipan” sementara bisa datang ke pegadaian. Tapi kalau mau lego langsung bisa saja lari ke toko perhiasan, tentu dengan membawa surat pembelian. Kalau emasnya tak punya surat-surat lengkap bisa transaksi di ”pasar gelap”.

Jual beli di pasar gelap itu kerap disebut nyatut, dan pelakunya disebut sebagai tukang catat. Yang namanya tukang catut sering diidentikkan sebagai orang yang modalnya cekak (sering juga tidak punya modal) tapi ingin untung besar. Tapi mereka juga ber jasa bagi yang diuber-uber kebutuhan. Misalnya kalau anting-anting hilang sebelah atau surat emas sudah hilang atau rusak tentu ada kesulitan menjualnya. Nah, tukang catut inilah penawarnya.

Wartawan RAKYAT pun harus ikut-ikutan nyatut dan nguber penjual emas untuk bisa menuliskan bisnis di ”pasar gelap” itu bagi pembaca.---------------------------------

Kamis, 04 Juni 2015

Lombok, Antara Batur Bali dan "Semeton" Sasak


Secara geografis, Pulau Lombok dan Pulau Bali memang terpisah. Batasnya jelas. Selat Lombok, yang membentang di sepanjang pesisir barat Pulau Lombok atau di pesisir timur Pulau Bali, menghubungkan kedua pulau kecil di wilayah Nusa Tenggara ini. Tetapi, dari sisi sejarah dan budaya, keduanya memiliki kedekatan khusus yang menjadikan Lombok dan Bali seperti dua saudara sekandung. Bahkan, sampai muncul istilah, ”di Lombok kita bisa menemukan Bali”.

Kedekatan budaya Bali dan Lombok memang tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kedua pulau bertetangga ini. Diawali dengan masuknya pengaruh paham Siwa-Buddha dari Pulau Jawa yang dibawa para migran dari kerajaan-kerajaan Jawa sekitar abad ke-5 dan ke-6 Masehi, sampai infiltrasi Kerajaan Hindu Majapahit yang mengenalkan ajaran Hindu-Buddha ke penjuru timur wilayah Nusantara pada abad ke-7 M.

Sejumlah penanda masih terlihat jelas hingga saat ini. Di sejumlah tempat di Pulau Lombok dan Bali terdapat nama-nama desa yang mengadopsi nama tempat di Jawa. Sebut saja, Kediri, Pajang, ataupun Mataram, yang kini menjadi nama ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Barat.

PAROKIALITAS ADAT TERHADAP POLA KEBERAGAMAAN KOMUNITAS ISLAM WETU TELU DI DESA BAYAN LOMBOK





Islam Wetu Telu dapat dipahami jika kita secara rela menjadikan Islam sebagai salah satu bagian dari ruang heteroglosia yang secara alamiah membutuhkan yang nilai dari tradisi lain demi pengayaan dan pendewasaan dirinya. Sebaliknya, tradisi adat Wetu Telu juga dapat menerima Islam sebagai sebuah cermin bagi pengembangan dirinya ke arah yang lebih baik.

Berdasarkan elaborasi ini, maka dalam konteks ini, pribumisasi Islam diharapkan mampu melakukan secara simultan langkah invensi dan inovasi sebagai upaya kreatif untuk menemukan, merekonsiliasi, dan mengkomunikasikan serta menghasilkan konstruksi-konstruksi baru. Konstruksi tersebut tidak harus merupakan pembaruan secara total atau kembali ke tradisi leluhur masa lalu secara total pula, namun pembaruan yang dimaksud di sini adalah pembaruan terbatas sesuai dengan prinsip al-’adah muhakamah (adat kebiasaan bisa menjadi hukum). Jadi, sebuah invensi dalam konteks pribumisasi Islam tidak dimaksudkan menemukan tradisi atau autentisitas secara literal, melainkan bagaimana tradisi-tradisi lokal itu menjadi sesuatu yang dapat berdialektika dan dimodifikasi ulang sesuai dengan konteks dimensi ruang dan waktu, sesuai dengan kaidah taghayyur al-ahkam bi at-taghayyur al-azminah wa al-amkinah wa al-ahwal (hukum dapat berubah karena adanya perubahan zaman, tempat dan kondisi).

Pribumisasi Islam, dengan demikian merupakan proses yang tidak pernah berhenti mengupayakan berkurangnya ketegangan antara norma agama dan manifestasi budaya.

Sejarah Gereja Katolik di Bali (termasuk kaitannya dengan Lombok)



Melalui tulisan yang fokus membahas perkembangan Gereja Katolik di Bali ini, kita bisa memperoleh sedikit gambaran mengenai berdirinya Gereja Katolik pertama  di Pulau Lombok. 

....Pada 1912 Kepulauan Sunda Kecil diserahkan oleh Yesuit ke tangan imam-imam Societas Verbi Divini (SVD). Tahun 1913 wilayah Sunda kecil ditingkatkan statusnya menjadi Prefektur Apostolik yang meliputi Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, dan Timor.

....Pater Van Der Heijden mendapatkan pula tugas khusus untuk mengadakan kunjungan rohani ke Bali dan Sumbawa. Dan sejak itu mulailah titik awal masuknya Gereja Katolik ke Bali. Tanggal 14 Mei 1935 Van Der Heijden menetap di Mataram, dan 9 Juni 1935 Gereja Katolik pertama didirikan dan diresmikan di kota Mataram. Tanggal ini dipandang sebagai hari masuknya karya Gereja Katolik di Pulau Lombok.