JAMAL, istilah yang popular di Pulau
Lombok. Ceritanya sepanjang riwayat tenaga kerja Indonesia, atau TKI. Jamal sinonim dari “janda Malaysia”
merupakan julukan bagi perempuan yang ditinggalkan oleh suaminya mengadu nasib
sebagai TKI ke Malaysia. Ada juga yang meledek
dengan istilah “JATONG” alias janda sepotong. Terutama bagi yang sudah terlalu
lama ditinggal. Maksudnya dari perut ke atas memang masih bersuami (tetap dapat
kiriman uang belanja). Tetapi bagian bawah, kenyataannya sudah lama menjadi
“janda”, kan. Meskipun uang kiriman dari Malaysia lancar, mereka kadung
dipandang suka pacaran lagi.
“Habis yang datang cuma cek, mana cok-nya, kakak,”
kata-kata genit itu sering jadi ledekan di Lingkungan Semayan Desa Semayan Kecamatan
Praya–Lombok Tengah. Diantara mereka memang ada yang tergoda karena kesepian, manakala suami
jauh dari pelukan. Benarkah istri-istri TKI Malaysia tak tahan menahan “haus”
dan gampang minta “minum” laki-laki lain?.......................
MUDAH KITA MENDAPAT cerita-cerita tentang “jamal” di Semayan. Banyak
ragamnya kisah-kisah tentang mereka, tapi yang mudah didapat biasanya tentang
perselingkuhan. Memang kasus itu yang akhirnya membuat istri-istri yang
ditinggal suaminya ke Malaysia mendapat predikat “janda”.
Bagaimana riwayat sebutan “jamal” itu?
Belum ada yang bisa cerita sejak kapan munculnya sebutan “jamal” itu.
Tetapi seorang pemuda, seperti umumnya pemuda di Desa Semayan, kadang-kadang
menilai miring para istri yang ditinggal suaminya pergi ke Malaysia. “Memang
belum janda, tetapi jika ditinggal setahun lebih tingkahnya tak kalah dengan
janda,” katanya sambil tersenyum lebar.
Ia pun berkisah tentang “haus”-nya
ibu muda, Bunga, bukan nama sebenarnya, setelah setahun lebih ditinggal
suaminya ke Malaysia. Meski belum mencapai umur 25 tahun, Bunga sudah punya
tiga orang anak. Sampai setahun ditinggal suami, ia masih berlaku wajar seperti
ibu rumah tangga lainnya yang ditinggal suami mencari nafkah. Tetap menjaga dan
merawat anaknya dengan baik, selalu bersyukur karena suaminya rajin mengirimkan uang.
Tapi tiga bulan kemudian, Bunga, yang berparas cantik, berkulit putih
bersih dan penampilannya kalem itu mulai kesepian. Bunga yang memang masih muda
itu tergoda laki-laki bujangan
sekampung. Ia mulai sering keluar rumah meninggalkan anaknya.
Ibu mertuanya tak pernah menaruh curiga, karena selama ini ia mengenal
menantunya sebagai isteri yang pemalu dan kurang bergaul. Apalagi alasan pergi
menantunya itu untuk menjenguk orang tuanya yang tinggal di desa lain. Walaupun
selama itu, muncul sas-sus kurang
sedap tentang rendezvous sang menantu yang imut-imut itu dengan “pria
idaman lainnya”.
Sampai akhirnya, suaminya, KL
pada bulan November 2001 pulang
dari Malaysia. Enam bulan kemudian tepatnya bulan April 2002, waktu Bunga
melahirkan anak, tak terhindarkan lagi orang-orang kampung pun bergunjing. “Masak
baru enam bulan kumpul suami, sudah punya anak dari kandungan sembilan bulan,”
kata tetangganya, Bq Suhaeni.
Untungnya sang suami tak suka berprasangka buruk. Meski sering digosok keluarganya dengan cerita-cerita miring, KL
tetap lebih percaya isterinya. Cerita-cerita dari teman-temannya pemuda kampung
yang mengaku melihat sendiri selingkuh Bunga, hanya ditanggapi dingin.
Syukurlah, keikhlasan KL membuahkan ketenteraman rumah tangganya.
Bunga sendiri waktu dijumpai di rumahnya, berpesan agar itu tak sampai
didengar orang-orang sekampungnya. “Suami saya sebenarnya sudah tahu, tapi dia
memang orang baik,” katanya pelan sambil menitikkan air mata .
Tak ada suami, tetangga pun jadi. Itu cibiran orang kampung untuk Leni,
juga bukan nama sebenarnya, perempuan asal Lingkungan Semayan, Kelurahan Semayan,
Kecamatan Praya - Lombok Tengah. Suaminya mengadu nasib sebagai TKI yang
berangkat ilegal ke Malaysia. Sedang di kampung, Leni yang mantan janda belum
beranak itu pun main mata dengan laki-laki lain.
Tak cuma main mata, tentu saja Leni juga main-main yang lain miliknya
yang mestinya cuma halal dijamah suaminya. Uang kiriman dari suaminya yang
banting tulang di Malaysia, kalau ditotal mencapai sekitar Rp 21 juta, ludes
untuk menyenangkan sang gacoan.
Rupanya suami Leni tak “kooperatif” kalau sudah masuk ke persoalan
paling sensitif wilayah rumah tangga itu. Sudah dapat diduga, waktu kabar itu sampai
ke telinga suaminya maka hancurlah bahtera rumah tangganya. “Dia mau enaknya
saja. Kalau sudah ketahuan, dia tidak pernah muncul lagi,“ kata Leni tentang
PIL (Pria Idaman Lain)-nya. Ia sekarang
sedang mendaftar sebagai TKW ke Arab Saudi.
“Jamal” yang lebih badung, sebut saja namanya Dori, janda tanpa anak
yang kawin dengan Mhs yang duda dengan
satu anak. Sebelum memutuskan berangkat ke Malaysia, Mhs bertani dengan tanah
sepetak sambil mencari tambahan dengan bekerja di bengkel. Tapi sudah membanting
tulang di kampung hasilnya masih minim. Akhirnya
Mhs memutuskan berangkat ke Malaysia.
Setelah delapan bulan mengadu nasib, Mhs mulai bisa menambah kiriman
uang Rp 3 juta (selain uang belanja) untuk modal istrinya usaha kecil-kecilan
di kampung. Tapi aneh, mendapat kiriman sebanyak itu Dori bukannya bersyukur.
Malah ia buru-buru bersurat ke suami agar ditambah lagi dengan jumlah yang sama. Waktu itu Mhs membalas
agar isterinya bersabar dulu. Tapi Dori tak bisa bersabar. “Lebih baik tak usah kirim lagi,” kata Dori ngambek,
seperti ditirukan temannya.
Rupanya Dori didesak untuk mencari uang oleh pacar gelapnya, tukang ojek
yang sejak suaminya ke Malaysia rajin mengantarnya ke pasar. Dori kesal karena
permintaannya tak dipenuhi suaminya.
Entah karena ingin memberikan uang pacarnya atau alasan lain, akhirnya
Dori nekad berangkat sebagai TKW ke Arab
Saudi. Dori baru memberitahu lewat telepon pada suaminya di Malaysia setelah ia
berangkat. Mendapat kabar yang tak terduga itu, Mhs yang biasa berpenampilan kalem
jadi naik pitam. Tanpa berpikir dua kali, Mhs langsung menjatuhkan talak tiga untuk
istrinya.
Ada cerita tentang “jamal” lainnya yang agak unik. Nasib kurang beruntung
ini menimpa TKI Malaysia bernama, sebut saja Anik. Kisah ini memang sudah agak
lama. Tahun 1995, MSk meninggalkan istri dan dua anaknya menjadi TKI yang
berangkat ilegal. Namun di Malaysia setahun lebih nasibnya tak kunjung baik, itulah sebabnya ia jarang berkirim
uang. Kalau toh mengirim, jumlahnya tak seberapa.
Istrinya Anik, rupanya tak betah karena tinggal bersama mertuanya. Pergilah
ia ke rumah orang tuanya di Sumbawa. Mertuanya tetap melarang, apalagi Anik
membawa serta anaknya. Tapi tinggal bersama mertua, apalagi MSk jarang kirim
uang membuat Anik berkeras tinggal di Sumbawa.
Singkat cerita, waktu sudah berjalan empat tahun. Meski belum berhasil di
perantauan, MSk pulang ke Lombok karena kangen istri dan anak-anaknya. Disusullah
istrinya ke Sumbawa. Astaga, istri yang belum diceraikan itu ditemui sedang hamil besar.
***
Kisah-kisah tentang perselingkuhan itu masih banyak ragamnya. Mulai dari
terpaksa nekad karena bertahun tak ada kabar dari suaminya, atau yang jadi
korban rayuan laki-laki beristri yang doyan “makan rumut tetangga”. “Kalau kamu
diceraikan suamimu, aku akan kawini kamu,” begitu biasanya laki-laki penggoda
itu merayu. Tapi buktinya, ada yang terlanjur hamil dan terpaksa membuang
anaknya ke selokan. Sudah pasti, rayuan itu cuma gombal semata.
Tapi, di lingkungan keluarga sendiri pun, bukanlah wilayah yang aman bagi
istri yang ditinggalkan suaminya ke Malaysia. Tak sedikit para “jamal” itu
justeru “dimangsa” kerabat dekat suaminya sendiri. Bisa misan, sepupu, paman,
bahkan oleh mertuanya sendiri. Orang-orang yang seharusnya bisa melindungi perempuan
yang butuh teman, ternyata tak mampu mengendalikan hasrat syahwatnya. Tapi
anehnya, ujung-ujungnya, masyarakat justru menyalahkan pihak perempuan.
Memang ada diantara mereka yang punya bakat tak beres. Tapi sebagian besar
masih setia menunggu. Bertahun-tahun mereka tak mendapat kabar namun tetap
setia menjaga anaknya, sambil berharap suaminya akan pulang membawa nasib baik.
Ya sudah nasib, akhirnya ia justru disia-siakan suami. (Tim TABLOID RAKYAT)
Semayan
Punya Cerita, Istri Punya Duka
Desa Semayan Kecamatan Praya-Lombok Tengah, sekitar 5 kilometer dari kota
Praya, bukanlah wilayah yang terlalu subur. Hanya pada musim hujan sawah dan
tanaman tampak subur. Namun meskipun alamnya tak ramah, penduduk di lima
dusunnya yaitu di Pancor, Kekere Bat, Kekere Timuq, Propok dan Semayan tetap
mudah tersenyum.
Sudah tanah tak subur, sebagian besar penduduknya hanya punya tanah
sejengkal. “Banyak penduduk melepas tanahnya sejak dimulai proyek Bendungan
Batu Jai,” kata Baiq Damayanti, petugas
lapangan Perkumpulan Panca Karsa yang melakukan advokasi buruh migran perempuan
(TKW ) di Dusun Semayan.
Dimulainya proyek bendungan Batu Jai sekitar pertengahan tahun 1970-an,
justru jadi salah satu penyebab dimulainya penderitaan sebagian besar
orang-orang kampung Semayan. Mungkin
bendungan Batu Jai memang untuk kepentingan umum, tapi bukan untuk kepentingan
warga Semayan sendiri. Sebab sampai sekarang pun tanah-tanah di Semayan masih
tetap kering di musim kemarau karena tak kebagian air dari bendungan mahal itu.
“Lokasi bendungan itu dulu termasuk wilayah Desa Semayan,” kata Kepala
Lingkungan Semayan, H Abdul Jalil.
Maklum kala itu adalah zaman kegelapan di masa rezim Orde Baru. Kalau pemerintah
butuh tanah untuk suatu proyek yang katanya untuk kepentingan umum, maka rakyat
kebanyakanlah yang mula-mula harus berkorban. Demikianlah, warga Semayan harus
menyerahkan tanahnya dengan harga murah untuk proyek bendungan.
Tanah tak ada, berarti juga tak ada kerja di kampung. Kesulitan di kampung
itu, akhirnya membangkitkan keberanian orang-orang Semayan untuk bekerja ke luar
negeri. Sebab di dalam negeri kesempatan kerja memang tak pernah ada. Awal tahun
1980-an itulah banyak warga Semayan yang
mulai mengadu nasib ke Malaysia. Bagi warga Semayan, sejak saat itu pergi ke
Malaysia sama mudahnya seperti pergi ke Mataram.
Saat ini saja dari Semayan yang berpenduduk 4.268 orang, dari angkatan
kerja-nya sejumlah 3.396 orang, yang ke luar negeri menjadi TKI dan TKW
sedikitnya mencapai 1.191 orang. Umumnya yang laki-laki kerja di
perkebunan-perkebunan Malaysia, sedang yang perempuan lebih banyak menjadi pembantu rumah tangga di Brunei
Darussalam dan sebagian kecil ke Arab Saudi.
“Waktu itu belum ada PJTKI yang beroperasi di Lombok,” kata Damayanti.
Mereka bisa berangkat ke Malaysia melalui jalur yang selama ini disebut-sebut
sebagai TKI ilegal.
Hanya bekerja ke luar negeri satu-satunya harapan untuk lepas dari
kemiskinan. Para TKI atau TKW yang bernasib baik, biasanya bisa membangun rumah
permanen atau punya modal untuk memulai usaha di kampung. Berpikir tentang kerja di Semayan berarti pergi ke luar negeri.
Termasuk bagi gadis-gadis remaja yang umumnya tamatan SMU. Seperti Eka, Anti, Su, Lina, dan Her, juga sedang
menanti untuk berangkat ke Brunei Darussalam.
“Mau kerja apa disini, Mas,” kata Lina yang berkulit putih. Apalagi para
remaja itu juga tergiur contoh-contoh TKW yang berhasil membangun rumah atau
membuka kios di kampung.
Tapi mencari modal berangkat ke luar
negeri yang butuh uang antara Rp 1 juta sampai Rp 2 juta, juga tak gampang. Paling mudah mereka bisa datang ke rumah
rentenir yang akan memberi bunga pinjaman mencapai 100 hingga 200 persen per
enam bulan. “Istilahnya, hutang 1 bayar 2 atau bahkan bayar 3,” tutur Her.
Tentu saja sebagian besar warga Semayan bukanlah para tenaga kerja terlatih
atau terdidik. Sebagian besar hanya bisa jadi buruh upah petik di
perkebunan-perkebunan kelapa sawit. Sedang perempuannya menjadi pembantu rumah
tangga, yang bekerja mulai pagi sampai juragannya berangkat tidur.
Menjual tenaga jadi buruh kasar di negeri orang justru lebih mantap menatap
masa depan. Sementara di negeri sendiri, tak jelas kapan Indonesia punya
pemerintah yang punya malu melihat rakyatnya tak ada kerja dan terus miskin.
***
Tapi menjadi TKI (buruh migran yang sebagian besar ke Malaysia) bukanlah
menyelesaikan masalah ekonomi, tanpa munculnya masalah keluarga. Meninggalkan
anak dan istri dalam waktu panjang, banyak hal bisa terjadi. “Ya, memang banyak
sekali kasus perselingkuhan menimpa keluarga TKI,” ungkap Damayanti yang kini
membentuk kelompok TKW di kampung Semayan.
Sebutan “jamal” sebenarnya
menegaskan ada perempuan yang menjadi korban. Para isteri itu menjadi bagian
sistem nilai keluarga yang pecah. Harus
rela berpisah dengan suami untuk mengatasi kesulitan ekonomi keluarga.
Namun mereka tetap beresiko bertanggung jawab sendiri atas kelangsungan
hidup bersama-sama anaknya, sebab tak ada jaminan kalau suaminya berangkat ke
Malaysia otomatis pasti berhasil. Kalau ada peluang, para istri itu juga akan
berangkat ke luar negeri.
Pemberian predikat “janda” meskipun mereka masih bersuami, seperti ingin
mengatakan kalau para isteri yang ditinggalkan suami-suaminya itu selalu akan
jadi liar, binal, atau setidaknya genit. “Sebutan jamal itu terkesan
melecehkan. Kenapa mereka disebut janda, padahal status hukum mereka masih
bersuami,” kata Direktur Perkumpulan Panca Karsa, Endang Susilowati.
Jadi berbagai cerita-cerita buruk tentang “jamal” itu, sebagian besar juga
akibat dari peran dan sikap masyarakatnya. Bukankah setiap orang punya bibit
gangguan perilaku. Namun ia benar-benar bisa di kirim ke rumah sakit jiwa kalau
masyarakat sudah memvonisnya sebagai orang gila.
Karena itu, di kelompok-kelompok wanita yang diorganisir Perkumpulan Panca
Karsa istilah “jamal” itu dihindari. (Tim TABLOID RAKYAT)
Baiq
Damayanti, Aktivis Perempuan
Melirik
Uang Kiriman
Apa
benar “jamal” memang cenderung
selingkuh?
Tidak
selalu. Ya, tergantung orangnya. Tapi kebetulan kasus selingkuh yang saya temui
memang banyak.
Biasanya
disebabkan apa
Bisa
karena lama tak dapat kabar. Tapi ada juga yang sampai puluhan tahun tak tahu mati
hidup suaminya, tetap saja setia menunggu. Dari anaknya kecil sampai menikah, tetap menunggu. Malah mertuanya
sendiri menganjurkannya kawin lagi. Tapi juga ada yang memang punya bakat selingkuh.
Selain
itu
Lebih
sering memang mereka dirayu laki-laki. Ini yang menimpa mereka yang kelihatan
mulai dapat kiriman uang dari suaminya. Banyak laki-laki melirik “jamal” karena
tahu dapat kiriman uang dari suaminya. Mungkin karena pendidikannya rendah,
akhirnya kiriman uang dari suaminya justru diberikan laki-laki itu.
Bagaimana
sikap masyarakat
Ada
yang sampai rumahnya dirusak massa karena “kumpul kebo” dengan orang lain di
rumahnya sendiri. Tapi, adakalanya meski diketahui pacaran dibiarkan
saja.
Sumber: Tabloid RAKYAT Edisi No. 04/Tahun I/Januari-Februari 2003
Sumber: Tabloid RAKYAT Edisi No. 04/Tahun I/Januari-Februari 2003
JUAL BONGKAHAN BACAN DOKO SUPER
BalasHapusASLI DARI HALMAHERA SELATAN ( PULAU KASIRUTA )
BAHAN BACAN SUPER KRISTAL MALUKU UTARA.
Kondisi bahan ;.
- Bahan / rough bacan doko asli bukan sintetis.
- Bahan tua (galian lama).
- Kualitas super kristal- Sudah tembus.
- Bahan keras dan padat.
- Siap gosok poles.
- Daging utuh, tanpa kapur.
- Tidak rapuh, tidak mudah pecah / retak.
- Deskipsi sesuai apa adanya, harap diperhatikan dengan baik
Daftar harga :
1 0ns ; Rp 500rb
5.ons Rp.1.250.000
1.kg Rp 2.500.000
5 kg Rp 6.000.000
10 Kg Rp 8.000.000
15,kg Rp.10,000,000,
Melayani Pembelian Per Kilo Dan Per Ons Untuk Bongkahan
Kita Juga Melayani Pembelian Luar Daerah Dan Luar Kota
setiap pembelian perkilo dapat bonus 1 permata batu bacan dan bongkahan batu bacan ukuran kecil Origin untk yg mau pesan hub ;
Hp.082347225054
pin :2A846D86
#.stock terbatas
Siapa cepat dia dapat
Bagi yg merasa sudah minat dan ingin transaksi pembelian dengan kami,
Adapun cara yg kami sediakan:COD bisa silahkan datang ke alamat saya di daerah Halmahera selatan
Alamat:Jl.Buana Seli No.76 Rt 016 / Rw 002,Desa Labuha,Kecamatan Bacan,halmahera selatan maluku utara,dan bagi peminat batu bacan di luar kota bisa kami kirim melalui jasa pengiriman seperti:JNE/TIKI/KANTOR POS,
*Bagi peminat luar kota silahkan dikirim fotmat pemesanang sebagai berikut:
-Nama Lengkap
-Alamat lengkap
-No HP(Hendpoon) yang selalu aktif
-Jika sudah di isi formatnya silahkan CALL/SMS di nmr sebagai berikut:
Hp.082347225054
pin :2A846D86
jika barang sudah kami kirim,kami berikan no.resi pengiriman barang yang anda pesan,dan kami sengaja melayani pembelian luar kota ,kami ingin cari rekan bisnis jual bongkahan batu bacan di luar kota dan siapa tau ada yang minat hubungi kami terimah kasih.Wassalam