Translate

Jumat, 29 Mei 2015

Cerita dari Kampung Arab Ampenan



Anak muda di kampung Arab Ampenan-Lombok jangan diajak bicara Bahasa Arab. Pasti mereka gelagapan, karena keluarganya tak mengajarkan berbahasa Arab. Tentu beda dengan anak-anak Tionghoa yang memang lebih ciamik berhitung dagang dengan bahasa leluhurnya. Paling banter, anak muda Arab-Ampenan bisa mengucapkan ana, ente, walid, rejak, serap, doh, kul, sohib, dohan, harem, zen atau kata-kata pupuler dalam bahasa pergaulan masyarakat Ampenan.

Dalam keluarga keturunan Arab di Ampenan, memang tak disiapkan ”menjadi orang Arab”. Orang-orang  Arab yang datang ke Indonesia, yang akhirnya juga menyebar sampai ke Lombok, hanya membawa agama bukan kebudayaannya. Karenanya, para pendatang dari Timur Tengah itu lebih mudah melebur dengan penduduk setempat. Mungkin karena kesamaan sebagai pemeluk Islam, kedatangan orang Arab di Lombok disambut hangat. ”Dalam sejarah nggak ada orang Sasak anti Arab,” kata anak muda di kampung Arab dengan berkelakar...............................



INI ANEKDOT (agak rasialis) tentang keturunan India dan orang Arab di Ampenan. Orang Arab kadang-kadang agak dongkol menghadapi keturunan India. ”Kalau ente di hutan ketemu ular dan orang India, lebih baik orang India itu yang lebih dulu ente bunuh, ” kata seorang pemuda Arab dengan muka sungguh-sungguh (tapi sebenarnya berkelakar).
Konon, orang Arab yang pandai bicara dan banyak akal itu selalu tak berkutik kalau menghadapi India. Jadi kenapa Arab itu dongkol, ada ceritanya.
Alkisah, suatu saat, orang Arab melihat India tunggang langgang dikejar ular kobra yang ganas. Bayangkan, India yang ceritanya mampu membuat kobra melenggak-lenggok mengikuti irama sulingnya itu, kini mukanya pucat pasi karena takut bukan kepalang. Baru kali ini Arab itu melihat India benar-benar takut mati. ”Ana tahu India itu tak pernah olahraga, hib, tapi waktu itu ana lihat larinya secepat Carl Lewis (mantan juara dunia sprinter, red), ” ceritanya melukiskan tunggang langgangnya India itu.
Pendek cerita, India itu akhirnya terjebak di jalan buntu. Ia tak bisa lagi lari, dan ular itu siap mematuk. Saat itu si Arab ingin menunjukkan solidaritas dan kebaikan hatinya. Namun diluar niat baik itu, dibenaknya sempat melintas dendam menghadapi India. Pikirnya, kalau bukan sekarang kapan lagi India diajarkan cara mengucapkan terima kasih.
Karena dalam khazanah keluarga Arab diajarkan doa-doa menaklukkan binatang buas, maka Arab itu segera menggumamkan doa. Seketika kobra itu lemas, dan dalam hitungan sekejap ia mengambil kayu. Secepat kilat dipukulnya kepala ular itu, dan matilah sang kobra. Arab sudah menyelamatkan nyawa India.
 Ana ingin lihat bagaimana caranya bahlul itu merunduk-runduk mengucapkan terima kasih, ” pikir Arab penuh kemenangan, sambil memalingkan muka ke arah lain.
Tapi ditunggu-tunggu, bukan ucapan minta maaf yang keluar dari mulut India. Justru sebaliknya, tak dinyana kalau India itu menyemprot. Seperti biasa, suaranya keras, lancar dan argumentatif.
”Kenapa kau bunuh ular itu,” kata India dengan murka. Mukanya merah padam. ”Aku bertahun-tahun pelihara ular itu. Aku ajari ular itu melenggak-lenggok. Aku ajari ular itu berani melawan manusia. Dan sekarang ular itu sudah berani mengejar tuannya. Apa alasan kau membunuh ularku? Bagaimana caranya aku menghitung ganti rugi yang harus kau bayar?”
Masyaallah. Arab itu terkejut, benar-benar tak menyangka keluar argumentasi itu. Maunya menolong dan mengamalkan sunatullah, malah disuruh membayar ganti rugi. Rupanya benar-benar tak mudah mengalahkan akal India. Apa boleh buat, terpaksa Arab itu sendiri yang harus merunduk-runduk minta maaf.
Tak jelas pihak mana yang mula-mula menciptakan anekdot itu. Tapi percaya atau tidak, anekdot kekalahan itu justru banyak diceritakan oleh kalangan Arab sendiri.
Ada banyak kisah-kisah lainnya yang beredar. Misalnya kisah jual beli yang dilakukan Arab kepada Cina. Kabarnya, orang Arab benar-benar kesumat, dan ingin suatu saat mengalahkan Cina dalam trik perdagangan. Maunya sih berniat memperdaya, tapi Cina yang tampak bloon, ternyata lebih ampuh dalam hitung-hitungan dagang.
Soal berargumentasi dan bersilat lidah kalah dengan India, soal berdagang dilahap Cina. Tapi orang Arab menceritakan itu dengan gaya bahasa yang memancing gelak tawa, meskipun lebih sering dibumbui bahasa sarkartis kepada rivalnya itu. Mengakui keunggulan orang lain sambil mengejek. Seolah-olah Arab ingin mengungkapkan perasaan inferior itu layaknya umumnya perasaan pribumi menghadapi pendatang.
Orang Arab umumnya memang lebih sering memposisikan diri sebagai pribumi. Memang mereka di Ampenan lebih menjadi pribumi dibanding warga keturunan lainnya. Namun di kampung Arab sendiri terdapat banyak keluarga, yang tak semuanya inklusif dalam pergaulan sosial. Misalnya dalam perkawinan, tak semua Arab bisa menerima keluarga Arab lainnya.
”Ada keluarga Arab yang merasa dari kalangan bangsawan. Kadang-kadang mereka memandang lebih rendah Arab lainnya,” kata Salihin yang neneknya kawin dengan keluarga Al Habsyi.
***


                Memang orang Arab yang keluar dari Timur Tengah masa lalu ada yang berdagang, namun yang utama sebenarnya syiar Islam. Tapi kapan mereka pertama kali datang  ke Lombok, masih belum ditebak.  Yang jelas, hampir seluruhnya mereka  berasal dari Arab-Yaman (waktu itu belum ada Yaman Selatan atau Yaman Utara). Mereka ke Lombok setelah sekian lama bermukim di Jawa.
Tapi kapan datang ke Lombok?
Beberapa orang tua di kampung Arab Ampenan Utara mengungkapkan riwayat itu. Abah Abdullah Bahweres, 61, penghulu desa Ampenan Utara, mengaku keturunan ketujuh dari pendatang keturunan Arab di Lombok. Mereka mendarat dengan menggunakan perahu-perahu kayu sederhana di pelabuhan-pelabuhan kecil yang banyak terdapat di sepanjang pesisir pantai Ampenan sampai ke Lembar.
Menurutnya, pendaratan orang-orang Arab yang datang ke Lombok dari barat berlabuh tepatnya di kampung yang sekarang dinamakan Kampung Bangsal.
”Bangsal itu sebutan lain tempat berlabuhnya transportasi laut (pelabuhan, red),” kata Abah pensiunan Departemen Agama itu.
Mereka yang ke Lombok itu biasanya datang tanpa disertai istri. Sehingga pendatang yang pertama kali menginjakkan kaki di Ampenan itu akhirnya mengambil istri wanita-wanita setempat.
Beberapa orang tua Arab lainnya mengatakan, kalau toh kemudian ada keluarga yang menjalin perkawinan antara keluarga Arab, hanya pendatang yang  tiba belakangan. Jadi ada yang menyimpulkan, keluarga Arab yang banyak melebur dengan warga setempat itu adalah pendatang generasi pertama.
Kini orang Arab dalam jumlah lebih besar bermukim di Pancor, selain juga menyebar di beberapa desa di Lombok Timur. ”Hubungan antara orang Arab dan orang Sasak itu bukan material, tapi hubungan moral,” kata Abah Abdullah Bahrewes.
Setidaknya pada awal abad ke 19 atau tahun 1800-an mereka sudah ada di Lombok. Mudah saja untuk mengetahui. Misalnya Abdullah Bahweres yang mengaku keturunan ketujuh, lahir tahun 1940-an. ”Abah saya lahir tahun 1900,” katanya.
Kalau diurut lima generasi Bahrewes sebelumnya, bisa jadi malah sebelum abad 19. Ada yang mengatakan, para imigran keturunan Arab yang datang lebih awal seperti keluarga Bahrewes, Bages atau Mulahela yang selanjutnya mempengaruhi gaya berujar umumnya masyarakat Ampenan.
Sebenarnya sejarah itu bisa dilacak lewat prasasti yang tercantum di nisan Kuburan Bintaro di Ampenan. Kuburan itu semula adalah kuburan yang disiapkan untuk orang Arab. Sayangnya, tahun berapa meninggalnya orang Arab yang pertama di Ampenan, sulit terbaca melalui nisan itu. Tentu saja, saat itu tak pernah terpikirkan sebelumnya, kalau tulisan tahun lahir dan mati di nisan dapat menguak sejarah kehidupan mereka.
Yang jelas, orang Arab di Lombok mempengaruhi keislaman masyarakat Sasak. Tidak bisa dikatakan kalau orang Arab merupakan pembawa Islam pertama di Lombok. Namun kedatangan mereka membawa warna baru dan menguatkan keislaman orang Sasak. ”Orang Arab bermigrasi ke seluruh dunia termasuk ke Lombok, memang pertama-tama untuk menjalankan syiar agama,” kata Abah Syech Saleh Ahmad Baseleman.
Abah Saleh merupakan generasi kedua para imigran Arab-Yaman yang akhirnya menetap di Lombok. Keluarganya termasuk bagian dari rombongan para sayed dan syech yang lebih dulu mampir di India, sebelum menetapkan tujuan perjalanan syiar Islam ke region sekitar Asia Tenggara.
Waktu Abah Saleh masih kecil (lahir tahun 1917), bapaknya yang berasal dari Hadramaut, Yaman, sudah melakukan syiar agama di beberapa desa di Lombok Tengah seperti daerah Mangkung, Kateng sampai ke daerah-daerah Selatan.
Tapi sebelum abahnya merambah ke desa-desa, ternyata saat itu di Praya sudah dikenal seorang dari Mekkah yang bernama Syech Afifi. Kabarnya Syech Afifi merupakan utusan dari Saudi Arabia yang tugasnya memberangkatkan kaum muslimin di Praya untuk naik haji. Saat itu orang Loteng naik haji melalui Labuhan Lombok. Sampai sekarang pun di beberapa kecamatan Lombok Tengah termasuk daerah yang banyak mengambil kuota haji.
”Abah hanya mengajarkan Al Fateha, tapi kalau orang Praya sedang panen, kuda abah saya akan penuh dengan hasil panenan,” kenang Abah Saleh.
Pengembangan syiar Islam pun juga dilakukan orang Arab melalui lembaga pendidikan formal. Pada tahun 1929, di Ampenan berdiri Madrasah Al-Ittihad yang dipelopori orang Arab dari Hadramaut. Waktu itu lembaga pendidikan dan dakwah NW (Nahdhatul Wathan) di Pancor belum banyak terdengar. Tapi usai sekolah di Al Ittihad, muridnya banyak melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren di Pancor-Lombok Timur. (Tim TABLOID RAKYAT)


Gambus juga Disukai Bule

Salah satu kesenian Arab yang masih hidup di kampung Arab dan Melayu Ampenan adalah musik gambus. Grup musik gambus, menurut Anwar Salim Har Hara, sekitar tahun 1984 dibentuk di Kampung Melayu oleh sepupunya yang bernama Abdurrahman dengan nama Asyabab. Saat itu, Anwar yang baru saja masuk sekolah menengah, adalah salah satu anak muda yang menjadi anggota grup Asyabab.
Ketika Abdurrahman masuk aliran Salafi yang tidak membolehkan bermain musik, Asyabab eksis tanpa pemimpin. Sebagai gantinya, Anwar lah yang menduduki posisi sepupunya. Hingga pada tahun 2001, sebagai ketua yang sah, Anwar merubah grup Asyabab dengan nama El Hadarim.
Menurutnya, El Hadarim diambil dari kata Hadramaut, nama sebuah kota di negara Yaman. Yang kemudian agar mudah dikenal, oleh Anwar, Hadarim dibuat singkatan yang mempunyai kepanjangan ”Hadir Insya Allah Menyenangkan”. Grup El Hadarim, seringkali dapat panggilan untuk bermain di acara sunatan dan perkawinan bahkan acara pemerintahan, seperti pada STQ (seleksi tilawatil quran).
Setiap kali mentas tarifnya rata-rata Rp 2 juta. Kalau di luar kota, Anwar memasang tarif Rp 3,5 juta. Sedangkan uang dari hasil manggung, digunakan untuk mengisi kas El Hadarim serta dibagi sekedarnya untuk rokok 12 orang krunya. Selain itu, sebagai seorang yang piawai bermain out (gitar gambus) dan olah vokal, Anwar Salim Har Hara sering juga diundang secara pribadi manggung di luar negeri. Hampir setiap tahun Anwar Salim Har Hara mendarat di Kuala Lumpur Malaysia untuk memainkan gambus. Apalagi di negerinya sendiri, Indonesia, sebagian besar kota sudah pernah mengundangnya.
Gambus tak hanya disukai orang Arab, tapi sudah memasyarakat di telinga suku lainnya, seperti Sasak. Pada saat El Hadarim latihan, tidak saja dilakukan berpindah-pindah, tapi seringkali penduduk meminta untuk latihan di rumah mereka. Bahkan setelah Anwar Salim Har Hara mentas di Pondok Senggigi, banyak bule –seperti orang Belanda—mengundangnya untuk memainkan gambus pada acara-acara mereka. Bule-bule itu suka sebab musik gambus mirip Flaminggo (Latin), menghentak-hentak bikin menari.
Agar tak punah, Anwar Salim Har Hara yang hobi koleksi dan jual beli motor antik ini, mengajarkan musik gambus pada generasi muda. Salah satu anak didiknya telah membentuk grup gambus baru yang bernama Alzypli. Anggota grup baru ini diisi anak-anak muda kampung Arab dan Melayu Ampenan. Selain itu, lelaki bujang yang berbisnis kayu ini, juga mendidik anak muda untuk mengembangkan kesenian Arab lainnya, yaitu Hadrah.
Untuk lebih memasyarakatkan musik gambus, Anwar Salim Har Hara  merencanakan untuk menampilkan El Hadarim di Lombok TV.


Nasib Tragis dan Kisah Cinta Saleh Sungkar

SYECH SALEH AHMAD BASELEMAN, 85, mungkin orang keturunan Arab tertua di Ampenan Utara. Cerita-cerita tentang kehidupan Arab-Ampenan banyak yang dilupakan orang. Untung ada Abah Saleh yang masih bisa bercerita tentang masa muda. Meski sudah mulai sering lupa, namun pikirannya masih jernih.

Apalagi kalau berkisah sepak terjang Saleh Sungkar, orang Arab-Ampenan, salah seorang tokoh pergerakan di Lombok yang populis. Saleh pernah memimpin Persatuan Arab Indonesia (PAI) di Lombok, yang dibentuk bersama dua orang tokoh keturunan Arab yang berasal dari Jawa, Sayed Al Jufry dan Sayed Umar Mulahela.
Mungkin dibelakang namanya ada titel syech atau sayed, namun karena ia berjiwa populis, titel itu tak pernah dipakainya. Perasaan ke-arab-annya tak terlalu kental. Bahkan ia sangat menghormati gagasan perjuangan Bung Karno.
Saleh Sungkar sendiri pernah bertemu Bung Karno di Surabaya dalam satu pertemuan pemuda pergerakan. Saat itu, kelompok-kelompok atau persatuan berbau primordial itu dilebur Bung Karno menjadi gerakan nasionalis kebangsaan. Saleh Sungkar kemudian bergerak di partai politik, dan menjadi tokoh Masyumi berpengaruh di Lombok.
Abah Saleh dan Saleh Sungkar mulai bersahabat ketika keduanya bertemu di Surabaya. ”Saleh Sungkar bergerak di politik, sedang saya langsung bergerilya,” katanya ketika dijumpai di kediamannya. Hingga kini, Abah masih menerima uang pensiun sebagai veteran 45.
Saleh Sungkar, pemuda keturunan Arab asal Salatiga-Jawa Tengah, itu bisa menjadi kebanggaan anak muda Arab di Ampenan. Bapaknya adalah orang terpandang, yang waktu itu menjadi Kapten Arab (pimpinan orang Arab). Adiknya, Umar Sungkar, sekitar tahun 1970-1980-an masih dikenal sebagai pengusaha masyhur karena punya Hotel Tiga Emas (hotel yang termasuk besar di Ampenan saat itu).
Saleh Sungkar dikenal sebagai politisi populis dalam Partai Masyumi. Keberaniannya untuk menyuarakan kepentingan rakyat kecil yang tertindas, membuatnya jadi korban kelompok masyarakat di Lombok yang tak menyukai perjuangannya. ”Ia diculik, kemungkinan terbunuh di Jelujuk (Loteng, red),” ujar Abah Saleh.
Nasib Saleh Sungkar memang termasuk tragis. Kejadian terbunuhnya Saleh Sungkar itu terjadi tahun 1952, kemungkinan ia terbunuh di mobilnya yang penuh darah di pinggir jalan di Jelujuk. Waktu itu supirnya diturunkan di Karang Jangkong, sementara ia meneruskan perjalanan dengan beberapa orang yang bersama dalam mobilnya. Menurut cerita Abah Saleh, kuburan pejuang itu malah ada dua. Itu karena tubuh Saleh Sungkar dianiaya, konon tubuhnya terpisah menjadi beberapa bagian.
Memang banyak yang terkejut. Bukan saja dengan orang Arab, dengan pribumi pun Saleh Sungkar dikenal sebagai sosok yang pandai bergaul dan egaliter. Menurut cerita orang-orang dekatnya, ia jarang tinggal di rumahnya yang menurut ukuran saat itu cukup berada. Malah ia sering tidur di rumah temannya yang berdinding bedek (kulit bambu).
Saat itu Saleh Sungkar termasuk politisi yang disegani. Bahkan ia yang menempatkan orang-orang pribumi duduk di lembaga wakil rakyat saat itu. Bukan hanya itu, Saleh Sungkar termasuk orang penting yang membenahi pemerintahan republik yang baru merdeka di Lombok.
Waktu lembaga wakil rakyat baru terbentuk di Lombok, Saleh merencanakan sidang wakil rakyat yang dianggap sebagai jalan keluar untuk mengentaskan rakyat Lombok yang menderita pada awal-awal kemerdekaan. Pada tahun 1952, ia merencanakan sidang rakyat yang diwakili banyak partai.
Sidang itu bermaksud mengagendakan, antara lain, selain ingin menghentikan kegiatan perjudian yang saat itu sangat marak, juga mendesak para pedagang, terutama ditujukan pada keturunan Tionghoa, agar menghentikan penimbunan barang yang hanya menguntungkan kelompok kecil tapi menyengsarakan banyak orang.
Selain itu ia juga mengecam kalangan elit Lombok atau kalangan bangsawan yang dikenal sebagai tuan tanah yang  feodalistis. Saleh juga pernah konflik dengan seorang bangsawan di Dasan Lekong. Tapi dengan bangsawan nasional seperti Mamiq Ripaah (orang tua mantan Wagub NTB, Lalu Azhar), ia sangat dekat. Saleh menginginkan hubungan egaliter antara buruh tani dan majikannya. Dalam perjalanannya ke desa-desa, Saleh menyaksikan perlakuan yang kurang manusiawi oleh kalangan elit. Para pekerja (penyakap) yang menggarap tanah para tuan tanah, bukan saja tidak diberi upah memadai, namun juga diperlakukan sebagai hamba seperti zaman perbudakan.
Sikap keras Saleh harus menghadapi nasib tragis. Ia diculik sekelompok orang, konon, dari kalangan oknum militer saat itu yang disuruh kalangan elit di Lombok. Mereka tak menyukai agenda sidang wakil rakyat. Saleh yang dianggap biangnya, dijadikan korban.

Pacaran dengan Gadis Sukaraja
Saleh Sungkar, yang digambarkan berperawakan setampan Bung Karno, pernah hendak dikawinkan dengan anak pamannya di Semarang. Ia bahkan pernah diminta pulang ke Semarang untuk melihat calon istrinya, tiga orang gadis Arab anak pamannya. Rupanya Saleh lebih memilih melebur dengan masyarakat pribumi di Lombok. Saleh lebih memilih pacaran dengan Nyi Ayu Sepiah, gadis cantik berkulit putih yang tinggal di Sukaraja Ampenan. Gadis keturunan Palembang itu begitu memikat Saleh. Sampai-sampai ia tak menggubris sikap ibunya, wanita keturunan Tionghoa, yang tak menyetujui Saleh pacaran dengan pribumi. Sebenarnya semua keluarganya juga tak menyetujui hubungan itu.
Sebagai politisi yang disegani, Saleh jarang langsung menemui gadis pujaannya. Ia hanya bicara dengan Ayu Sepiah lewat perantara. Waktu hubungannya makin dekat, Saleh malah jarang tidur di rumahnya karena menghindari pertanyaan-pertanyaan keluarga, terutama ibunya.
Waktu kawin pun, menurut Abah Saleh, orang tuanya tak hadir. Seolah-olah keluarganya yang saat itu termasuk keluarga berada, merasa terhina kalau anggota keluarga mengambil gadis kampung. Dari perkawinan dengan gadis itu, Saleh dikaruniai tiga orang anak. (Tim TABLOID RAKYAT)

sumber: Tabloid RAKYAT Edisi No. 10/Tahun I/Juli-Agustus  2003

1 komentar:

  1. KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.

    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.


    BalasHapus