Anak muda di kampung Arab Ampenan-Lombok jangan diajak bicara
Bahasa Arab. Pasti mereka gelagapan, karena keluarganya tak mengajarkan berbahasa
Arab. Tentu beda dengan anak-anak Tionghoa yang memang lebih ciamik berhitung
dagang dengan bahasa leluhurnya. Paling banter, anak muda Arab-Ampenan bisa
mengucapkan ana, ente, walid, rejak,
serap, doh, kul, sohib, dohan, harem, zen atau kata-kata pupuler dalam
bahasa pergaulan masyarakat Ampenan.
Dalam keluarga keturunan Arab di Ampenan, memang tak
disiapkan ”menjadi orang Arab”. Orang-orang
Arab yang datang ke Indonesia, yang akhirnya juga menyebar sampai ke
Lombok, hanya membawa agama bukan kebudayaannya. Karenanya, para pendatang dari
Timur Tengah itu lebih mudah melebur dengan penduduk setempat. Mungkin karena
kesamaan sebagai pemeluk Islam, kedatangan orang Arab di Lombok disambut
hangat. ”Dalam sejarah nggak
ada orang Sasak anti Arab,” kata anak muda di kampung Arab dengan berkelakar...............................
INI ANEKDOT (agak rasialis) tentang keturunan
India dan orang Arab di Ampenan. Orang Arab kadang-kadang agak dongkol
menghadapi keturunan India. ”Kalau ente di hutan ketemu ular dan orang
India, lebih baik orang India itu yang lebih dulu ente bunuh, ” kata
seorang pemuda Arab dengan muka sungguh-sungguh (tapi sebenarnya berkelakar).
Konon, orang Arab yang pandai bicara dan banyak
akal itu selalu tak berkutik kalau menghadapi India. Jadi kenapa Arab itu
dongkol, ada ceritanya.
Alkisah, suatu saat, orang Arab melihat India
tunggang langgang dikejar ular kobra yang ganas. Bayangkan, India yang
ceritanya mampu membuat kobra melenggak-lenggok mengikuti irama sulingnya itu,
kini mukanya pucat pasi karena takut bukan kepalang. Baru kali ini Arab itu
melihat India benar-benar takut mati. ”Ana tahu India itu tak pernah olahraga,
hib, tapi waktu itu ana lihat larinya secepat Carl Lewis (mantan
juara dunia sprinter, red), ” ceritanya melukiskan tunggang langgangnya
India itu.
Pendek cerita, India itu akhirnya terjebak di
jalan buntu. Ia tak bisa lagi lari, dan ular itu siap mematuk. Saat itu si Arab
ingin menunjukkan solidaritas dan kebaikan hatinya. Namun diluar niat baik itu,
dibenaknya sempat melintas dendam menghadapi India. Pikirnya, kalau bukan
sekarang kapan lagi India diajarkan cara mengucapkan terima kasih.
Karena dalam khazanah keluarga Arab diajarkan doa-doa
menaklukkan binatang buas, maka Arab itu segera menggumamkan doa. Seketika kobra
itu lemas, dan dalam hitungan sekejap ia mengambil kayu. Secepat kilat
dipukulnya kepala ular itu, dan matilah sang kobra. Arab sudah menyelamatkan
nyawa India.
”Ana
ingin lihat bagaimana caranya bahlul itu merunduk-runduk mengucapkan
terima kasih, ” pikir Arab penuh kemenangan, sambil memalingkan muka ke arah
lain.
Tapi ditunggu-tunggu, bukan ucapan minta maaf
yang keluar dari mulut India. Justru sebaliknya, tak dinyana kalau India itu
menyemprot. Seperti biasa, suaranya keras, lancar dan argumentatif.
”Kenapa kau bunuh ular itu,” kata India dengan
murka. Mukanya merah padam. ”Aku bertahun-tahun pelihara ular itu. Aku ajari
ular itu melenggak-lenggok. Aku ajari ular itu berani melawan manusia. Dan
sekarang ular itu sudah berani mengejar tuannya. Apa alasan kau membunuh
ularku? Bagaimana caranya aku menghitung ganti rugi yang harus kau bayar?”
Masyaallah. Arab itu terkejut, benar-benar tak
menyangka keluar argumentasi itu. Maunya menolong dan mengamalkan sunatullah,
malah disuruh membayar ganti rugi. Rupanya benar-benar tak mudah mengalahkan
akal India. Apa boleh buat, terpaksa Arab itu sendiri yang harus
merunduk-runduk minta maaf.
Tak jelas pihak mana yang mula-mula menciptakan
anekdot itu. Tapi percaya atau tidak, anekdot kekalahan itu justru banyak
diceritakan oleh kalangan Arab sendiri.
Ada banyak kisah-kisah lainnya yang beredar. Misalnya
kisah jual beli yang dilakukan Arab kepada Cina. Kabarnya, orang Arab
benar-benar kesumat, dan ingin suatu saat mengalahkan Cina dalam trik
perdagangan. Maunya sih berniat memperdaya, tapi Cina yang tampak bloon,
ternyata lebih ampuh dalam hitung-hitungan dagang.
Soal berargumentasi dan bersilat lidah kalah
dengan India, soal berdagang dilahap Cina. Tapi orang Arab menceritakan itu
dengan gaya bahasa yang memancing gelak tawa, meskipun lebih sering dibumbui
bahasa sarkartis kepada rivalnya itu. Mengakui keunggulan orang lain sambil
mengejek. Seolah-olah Arab ingin mengungkapkan perasaan inferior itu layaknya
umumnya perasaan pribumi menghadapi pendatang.
Orang Arab umumnya memang lebih sering
memposisikan diri sebagai pribumi. Memang mereka di Ampenan lebih menjadi
pribumi dibanding warga keturunan lainnya. Namun di kampung Arab sendiri
terdapat banyak keluarga, yang tak semuanya inklusif dalam pergaulan sosial.
Misalnya dalam perkawinan, tak semua Arab bisa menerima keluarga Arab lainnya.
”Ada keluarga Arab yang merasa dari kalangan
bangsawan. Kadang-kadang mereka memandang lebih rendah Arab lainnya,” kata
Salihin yang neneknya kawin dengan keluarga Al Habsyi.
***
Memang
orang Arab yang keluar dari Timur Tengah masa lalu ada yang berdagang, namun
yang utama sebenarnya syiar Islam. Tapi kapan mereka pertama kali datang ke Lombok, masih belum ditebak. Yang jelas, hampir seluruhnya mereka berasal dari Arab-Yaman (waktu itu belum ada
Yaman Selatan atau Yaman Utara). Mereka ke Lombok setelah sekian lama bermukim
di Jawa.
Tapi kapan datang ke Lombok?
Beberapa orang tua di kampung Arab Ampenan Utara
mengungkapkan riwayat itu. Abah Abdullah Bahweres, 61, penghulu desa
Ampenan Utara, mengaku keturunan ketujuh dari pendatang keturunan Arab di
Lombok. Mereka mendarat dengan menggunakan perahu-perahu kayu sederhana di
pelabuhan-pelabuhan kecil yang banyak terdapat di sepanjang pesisir pantai
Ampenan sampai ke Lembar.
Menurutnya, pendaratan orang-orang Arab yang
datang ke Lombok dari barat berlabuh tepatnya di kampung yang sekarang
dinamakan Kampung Bangsal.
”Bangsal itu sebutan lain tempat berlabuhnya
transportasi laut (pelabuhan, red),” kata Abah pensiunan Departemen Agama itu.
Mereka yang ke Lombok itu biasanya datang tanpa
disertai istri. Sehingga pendatang yang pertama kali menginjakkan kaki di
Ampenan itu akhirnya mengambil istri wanita-wanita setempat.
Beberapa orang tua Arab lainnya mengatakan, kalau
toh kemudian ada keluarga yang menjalin perkawinan antara keluarga Arab,
hanya pendatang yang tiba belakangan.
Jadi ada yang menyimpulkan, keluarga Arab yang banyak melebur dengan warga
setempat itu adalah pendatang generasi pertama.
Kini orang Arab dalam jumlah lebih besar bermukim
di Pancor, selain juga menyebar di beberapa desa di Lombok Timur. ”Hubungan
antara orang Arab dan orang Sasak itu bukan material, tapi hubungan moral,”
kata Abah Abdullah Bahrewes.
Setidaknya pada awal abad ke 19 atau tahun
1800-an mereka sudah ada di Lombok. Mudah saja untuk mengetahui. Misalnya
Abdullah Bahweres yang mengaku keturunan ketujuh, lahir tahun 1940-an. ”Abah
saya lahir tahun 1900,” katanya.
Kalau diurut lima generasi Bahrewes sebelumnya,
bisa jadi malah sebelum abad 19. Ada yang mengatakan, para imigran keturunan
Arab yang datang lebih awal seperti keluarga Bahrewes, Bages atau Mulahela yang
selanjutnya mempengaruhi gaya berujar umumnya masyarakat Ampenan.
Sebenarnya sejarah itu bisa dilacak lewat
prasasti yang tercantum di nisan Kuburan Bintaro di Ampenan. Kuburan itu semula
adalah kuburan yang disiapkan untuk orang Arab. Sayangnya, tahun berapa
meninggalnya orang Arab yang pertama di Ampenan, sulit terbaca melalui nisan
itu. Tentu saja, saat itu tak pernah terpikirkan sebelumnya, kalau tulisan
tahun lahir dan mati di nisan dapat menguak sejarah kehidupan mereka.
Yang jelas, orang Arab di Lombok mempengaruhi
keislaman masyarakat Sasak. Tidak bisa dikatakan kalau orang Arab merupakan
pembawa Islam pertama di Lombok. Namun kedatangan mereka membawa warna baru dan
menguatkan keislaman orang Sasak. ”Orang Arab bermigrasi ke seluruh dunia
termasuk ke Lombok, memang pertama-tama untuk menjalankan syiar agama,” kata
Abah Syech Saleh Ahmad Baseleman.
Abah Saleh merupakan generasi kedua para imigran
Arab-Yaman yang akhirnya menetap di Lombok. Keluarganya termasuk bagian dari
rombongan para sayed dan syech yang lebih dulu mampir di India, sebelum
menetapkan tujuan perjalanan syiar Islam ke region sekitar Asia Tenggara.
Waktu Abah Saleh masih kecil (lahir tahun 1917),
bapaknya yang berasal dari Hadramaut, Yaman, sudah melakukan syiar agama di
beberapa desa di Lombok Tengah seperti daerah Mangkung, Kateng sampai ke
daerah-daerah Selatan.
Tapi sebelum abahnya merambah ke desa-desa,
ternyata saat itu di Praya sudah dikenal seorang dari Mekkah yang bernama Syech
Afifi. Kabarnya Syech Afifi merupakan utusan dari Saudi Arabia yang tugasnya
memberangkatkan kaum muslimin di Praya untuk naik haji. Saat itu orang Loteng
naik haji melalui Labuhan Lombok. Sampai sekarang pun di beberapa kecamatan
Lombok Tengah termasuk daerah yang banyak mengambil kuota haji.
”Abah hanya mengajarkan Al Fateha, tapi kalau
orang Praya sedang panen, kuda abah saya akan penuh dengan hasil panenan,”
kenang Abah Saleh.
Pengembangan syiar Islam pun juga dilakukan orang
Arab melalui lembaga pendidikan formal. Pada tahun 1929, di Ampenan berdiri
Madrasah Al-Ittihad yang dipelopori orang Arab dari Hadramaut. Waktu itu
lembaga pendidikan dan dakwah NW (Nahdhatul Wathan) di Pancor belum banyak
terdengar. Tapi usai sekolah di Al Ittihad, muridnya banyak melanjutkan
pendidikan ke pondok pesantren di Pancor-Lombok Timur. (Tim TABLOID RAKYAT)
Gambus juga Disukai Bule
Salah satu kesenian Arab yang masih hidup di
kampung Arab dan Melayu Ampenan adalah musik gambus. Grup musik gambus, menurut
Anwar Salim Har Hara, sekitar tahun 1984 dibentuk di Kampung Melayu oleh
sepupunya yang bernama Abdurrahman dengan nama Asyabab. Saat itu, Anwar
yang baru saja masuk sekolah menengah, adalah salah satu anak muda yang menjadi
anggota grup Asyabab.
Ketika Abdurrahman masuk aliran Salafi yang tidak
membolehkan bermain musik, Asyabab eksis tanpa pemimpin. Sebagai
gantinya, Anwar lah yang menduduki posisi sepupunya. Hingga pada tahun 2001,
sebagai ketua yang sah, Anwar merubah grup Asyabab dengan nama El Hadarim.
Menurutnya, El Hadarim diambil dari kata
Hadramaut, nama sebuah kota di negara Yaman. Yang kemudian agar mudah dikenal,
oleh Anwar, Hadarim dibuat singkatan yang mempunyai kepanjangan ”Hadir Insya
Allah Menyenangkan”. Grup El Hadarim, seringkali dapat panggilan untuk
bermain di acara sunatan dan perkawinan bahkan acara pemerintahan, seperti pada
STQ (seleksi tilawatil quran).
Setiap kali mentas tarifnya rata-rata Rp 2 juta.
Kalau di luar kota, Anwar memasang tarif Rp 3,5 juta. Sedangkan uang dari hasil
manggung, digunakan untuk mengisi kas El Hadarim serta dibagi
sekedarnya untuk rokok 12 orang krunya. Selain itu, sebagai seorang yang piawai
bermain out (gitar gambus) dan olah vokal, Anwar Salim Har Hara sering
juga diundang secara pribadi manggung di luar negeri. Hampir setiap
tahun Anwar Salim Har Hara mendarat di Kuala Lumpur Malaysia untuk memainkan
gambus. Apalagi di negerinya sendiri, Indonesia, sebagian besar kota sudah
pernah mengundangnya.
Gambus tak hanya disukai orang Arab, tapi sudah
memasyarakat di telinga suku lainnya, seperti Sasak. Pada saat El Hadarim
latihan, tidak saja dilakukan berpindah-pindah, tapi seringkali penduduk
meminta untuk latihan di rumah mereka. Bahkan setelah Anwar Salim Har Hara
mentas di Pondok Senggigi, banyak bule –seperti orang Belanda—mengundangnya
untuk memainkan gambus pada acara-acara mereka. Bule-bule itu suka sebab musik
gambus mirip Flaminggo (Latin), menghentak-hentak bikin menari.
Agar tak punah, Anwar Salim Har Hara yang hobi
koleksi dan jual beli motor antik ini, mengajarkan musik gambus pada generasi
muda. Salah satu anak didiknya telah membentuk grup gambus baru yang bernama Alzypli.
Anggota grup baru ini diisi anak-anak muda kampung Arab dan Melayu Ampenan.
Selain itu, lelaki bujang yang berbisnis kayu ini, juga mendidik anak muda
untuk mengembangkan kesenian Arab lainnya, yaitu Hadrah.
Untuk lebih memasyarakatkan musik gambus, Anwar
Salim Har Hara merencanakan untuk
menampilkan El Hadarim di Lombok TV.
Nasib Tragis dan Kisah Cinta Saleh Sungkar
SYECH SALEH AHMAD BASELEMAN, 85, mungkin orang
keturunan Arab tertua di Ampenan Utara. Cerita-cerita tentang kehidupan
Arab-Ampenan banyak yang dilupakan orang. Untung ada Abah Saleh yang masih bisa
bercerita tentang masa muda. Meski sudah mulai sering lupa, namun pikirannya
masih jernih.
Apalagi kalau berkisah sepak terjang Saleh
Sungkar, orang Arab-Ampenan, salah seorang tokoh pergerakan di Lombok yang
populis. Saleh pernah memimpin Persatuan Arab Indonesia (PAI) di Lombok, yang
dibentuk bersama dua orang tokoh keturunan Arab yang berasal dari Jawa, Sayed
Al Jufry dan Sayed Umar Mulahela.
Mungkin dibelakang namanya ada titel syech atau sayed,
namun karena ia berjiwa populis, titel itu tak pernah dipakainya. Perasaan ke-arab-annya
tak terlalu kental. Bahkan ia sangat menghormati gagasan perjuangan Bung Karno.
Saleh Sungkar sendiri pernah bertemu Bung Karno di
Surabaya dalam satu pertemuan pemuda pergerakan. Saat itu, kelompok-kelompok
atau persatuan berbau primordial itu dilebur Bung Karno menjadi gerakan
nasionalis kebangsaan. Saleh Sungkar kemudian bergerak di partai politik, dan
menjadi tokoh Masyumi berpengaruh di Lombok.
Abah Saleh dan Saleh Sungkar mulai bersahabat
ketika keduanya bertemu di Surabaya. ”Saleh Sungkar bergerak di politik, sedang
saya langsung bergerilya,” katanya ketika dijumpai di kediamannya. Hingga kini,
Abah masih menerima uang pensiun sebagai veteran 45.
Saleh Sungkar, pemuda keturunan Arab asal
Salatiga-Jawa Tengah, itu bisa menjadi kebanggaan anak muda Arab di Ampenan.
Bapaknya adalah orang terpandang, yang waktu itu menjadi Kapten Arab (pimpinan
orang Arab). Adiknya, Umar Sungkar, sekitar tahun 1970-1980-an masih dikenal
sebagai pengusaha masyhur karena punya Hotel Tiga Emas (hotel yang termasuk
besar di Ampenan saat itu).
Saleh Sungkar dikenal sebagai politisi populis
dalam Partai Masyumi. Keberaniannya untuk menyuarakan kepentingan rakyat kecil
yang tertindas, membuatnya jadi korban kelompok masyarakat di Lombok yang tak
menyukai perjuangannya. ”Ia diculik, kemungkinan terbunuh di Jelujuk (Loteng,
red),” ujar Abah Saleh.
Nasib Saleh Sungkar memang termasuk tragis.
Kejadian terbunuhnya Saleh Sungkar itu terjadi tahun 1952, kemungkinan ia
terbunuh di mobilnya yang penuh darah di pinggir jalan di Jelujuk. Waktu itu supirnya
diturunkan di Karang Jangkong, sementara ia meneruskan perjalanan dengan
beberapa orang yang bersama dalam mobilnya. Menurut cerita Abah Saleh, kuburan
pejuang itu malah ada dua. Itu karena tubuh Saleh Sungkar dianiaya, konon
tubuhnya terpisah menjadi beberapa bagian.
Memang banyak yang terkejut. Bukan saja dengan
orang Arab, dengan pribumi pun Saleh Sungkar dikenal sebagai sosok yang pandai
bergaul dan egaliter. Menurut cerita orang-orang dekatnya, ia jarang tinggal di
rumahnya yang menurut ukuran saat itu cukup berada. Malah ia sering tidur di
rumah temannya yang berdinding bedek (kulit bambu).
Saat itu Saleh Sungkar termasuk politisi yang
disegani. Bahkan ia yang menempatkan orang-orang pribumi duduk di lembaga wakil
rakyat saat itu. Bukan hanya itu, Saleh Sungkar termasuk orang penting yang
membenahi pemerintahan republik yang baru merdeka di Lombok.
Waktu lembaga wakil rakyat baru terbentuk di
Lombok, Saleh merencanakan sidang wakil rakyat yang dianggap sebagai jalan
keluar untuk mengentaskan rakyat Lombok yang menderita pada awal-awal
kemerdekaan. Pada tahun 1952, ia merencanakan sidang rakyat yang diwakili
banyak partai.
Sidang itu bermaksud mengagendakan, antara lain,
selain ingin menghentikan kegiatan perjudian yang saat itu sangat marak, juga
mendesak para pedagang, terutama ditujukan pada keturunan Tionghoa, agar
menghentikan penimbunan barang yang hanya menguntungkan kelompok kecil tapi
menyengsarakan banyak orang.
Selain itu ia juga mengecam kalangan elit Lombok
atau kalangan bangsawan yang dikenal sebagai tuan tanah yang feodalistis. Saleh juga pernah konflik dengan
seorang bangsawan di Dasan Lekong. Tapi dengan bangsawan nasional seperti Mamiq
Ripaah (orang tua mantan Wagub NTB, Lalu Azhar), ia sangat dekat. Saleh
menginginkan hubungan egaliter antara buruh tani dan majikannya. Dalam perjalanannya
ke desa-desa, Saleh menyaksikan perlakuan yang kurang manusiawi oleh kalangan
elit. Para pekerja (penyakap) yang menggarap tanah para tuan tanah,
bukan saja tidak diberi upah memadai, namun juga diperlakukan sebagai hamba
seperti zaman perbudakan.
Sikap keras Saleh harus menghadapi nasib tragis.
Ia diculik sekelompok orang, konon, dari kalangan oknum militer saat itu yang
disuruh kalangan elit di Lombok. Mereka tak menyukai agenda sidang wakil
rakyat. Saleh yang dianggap biangnya, dijadikan korban.
Pacaran dengan Gadis Sukaraja
Saleh Sungkar, yang digambarkan berperawakan
setampan Bung Karno, pernah hendak dikawinkan dengan anak pamannya di Semarang.
Ia bahkan pernah diminta pulang ke Semarang untuk melihat calon istrinya, tiga
orang gadis Arab anak pamannya. Rupanya Saleh lebih memilih melebur dengan
masyarakat pribumi di Lombok. Saleh lebih memilih pacaran dengan Nyi Ayu
Sepiah, gadis cantik berkulit putih yang tinggal di Sukaraja Ampenan. Gadis
keturunan Palembang itu begitu memikat Saleh. Sampai-sampai ia tak menggubris
sikap ibunya, wanita keturunan Tionghoa, yang tak menyetujui Saleh pacaran
dengan pribumi. Sebenarnya semua keluarganya juga tak menyetujui hubungan itu.
Sebagai politisi yang disegani, Saleh jarang
langsung menemui gadis pujaannya. Ia hanya bicara dengan Ayu Sepiah lewat
perantara. Waktu hubungannya makin dekat, Saleh malah jarang tidur di rumahnya
karena menghindari pertanyaan-pertanyaan keluarga, terutama ibunya.
Waktu kawin pun, menurut Abah Saleh, orang tuanya
tak hadir. Seolah-olah keluarganya yang saat itu termasuk keluarga berada,
merasa terhina kalau anggota keluarga mengambil gadis kampung. Dari perkawinan
dengan gadis itu, Saleh dikaruniai tiga orang anak. (Tim TABLOID RAKYAT)
sumber: Tabloid RAKYAT Edisi No. 10/Tahun I/Juli-Agustus 2003
sumber: Tabloid RAKYAT Edisi No. 10/Tahun I/Juli-Agustus 2003
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN BANYAK TERIMA KASIH ATAS BANTUANNYA MBAH , NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (350) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH_PURO _085_342_734_904_ terima kasih.