Translate

Kamis, 18 Juni 2015

Satu Parsel Seribu Cerita



Parsel bisa punya beragam arti. Parsel berarti daur ekonomi terus berjalan bagi para pedagang yang mencoba menarik untung di bulan lebaran ini. Parsel berarti hubungan. Say it with parcel dan bisnis Anda selanjutnya bisa lebih lancar. Tapi parsel bisa jadi benturan. Misalnya, yang dikirimi merasa dirinya tak pantas menerimanya. Apa yang terjadi ketika bingkisan itu terkirim? Banyak cerita tentang parsel. Sebagian diantaranya kami hidangkan sambil menikmati indahnya lebaran ini.


Parsel berarti peluang meraih untung bagi sejumlah tauke di pusat pertokoan Cakranegara. Nyatanya, di MGM Plaza, lebaran tahun lalu omzet penjualan parsel mencapai Rp 80 juta. Untuk tahun ini, pada pertengahan puasa saja pihak MGM sudah melayani 300 pesanan.
Hal senada dikatakan Made Suryani, staf personalia Ruby Departemen Store di sekitar Jalan Pejanggik. Menurutnya, parsel membuka peluang keuntungan yang menjanjikan. Meski tak sebesar MGM Plaza, omzet parsel yang dikelola pihaknya bisa mencapai Rp 40 juta. Hingga seminggu menjelang lebaran saja, dari total target 500 parsel yang akan dijual tahun ini Suryani mengaku lebih dari 50 persen telah diangkut konsumen.
Menjelang Idul Fitri kali ini, bisnis parsel di sejumlah toko di Cakranegara memang makin marak. Selain kedua toko diatas, parsel pun bisa ditemui di beberapa tempat lainnya, misalnya di Tiara Muda, Mataram Plaza atau pun di Hero Supermarket di Komplek Mataram Mall. Belum lagi parsel bikinan ibu-ibu rumah tangga di beberapa komplek perumahan, yang dipasarkan melalui kenalan dekatnya. Iseng-iseng sambil menghitung untung.

Dari catatan Dipperindag NTB, kalau tahun lalu hanya delapan pengusaha yang memasarkan parsel, kini sedikitnya naik menjadi 14 pengusaha parsel.
Tapi ada kisah orang yang tak selalu senang mendapat kiriman parsel. Sebut saja Abdullah (bukan nama sebenarnya), seorang wartawan di Mataram, kiriman parsel justru membuatnya agak senewen. Kisahnya terjadi tepat setahun lalu menjelang lebaran. Sejumlah rekannya mendapat angpow yang diberikan di komplek kantor gubernur. Bukan apa-apa, tapi ia memang punya prinsip:  ia akan terganggu batinnya kalau menerimanya.
Eh, tak disangka tepat sehari menjelang lebaran, sebuah bingkisan parsel berlabel ”dari gubernur” diantarkan seseorang ke rumahnya. Belakangan ia tahu, beberapa rekan lainnya yang tak mau (atau tak sempat) terima hadiah lebaran di kantor gubernur itu juga dikirimi bingkisan yang sama. Lantas parsel itu? ”Saya bagi-bagikan,” kenang Abdullah.
Ada juga orang yang merasa tak pantas menerima parsel. Ali Bin Dahlan, Bupati Lombok Timur yang sedang sibuk membersihkan birokrasi daerahnya dari korupsi, mengeluarkan seruan terbuka agar dirinya tak perlu dikirimi parsel. ”Lebih baik berikan pada yang perlu, masyarakat Lotim ini kan banyak yang miskin,” katanya.
Maksud Ali, sebelumnya ia jarang dikirimi parsel kecuali oleh rekan dekatnya, jadi kalau sekarang banyak parsel terkirim ke alamatnya, termasuk dari bawahannya, itu pasti ada hubungannya dengan jabatan yang baru disandangnya. ”Katanya mau bangun silaturrahmi, tapi yang terjadi malah salam tempel,” ujar Ali.
Kalau menyimak keterangan salah seorang karyawan Hero Supermarket, konsummen parsel memang tak jauh dari sejumlah pejabat atau pun pengusaha daerah. Misalnya, seorang pimpinan kantor cabang dari sebuah perusahaan Jakarta di Mataram, parsel pesanannya minta dikirmkan ke alamat sejumlah pejabat teras Pemprov NTB. Di luar itu, ada pula seorang kepala dinas di Kota Mataram yang meminta parselnya diantarkan ke rumah atasannya. ”Beliau minta diantar ke alamat Pak Wali,” kata karyawan tersebut.
Salah seorang pimpinan partai besar di NTB pun suka mengirim parsel menjelang lebaran ini. Hanya saja, pesanan ini tidak langsung dikirimkan oleh pihak toko ke alamat yang dituju, melainkan diminta mengantar ke kediamannya. Wartawan RAKYAT yang kebetulan lewat menyaksikan sedikitnya 20 buah parsel masuk ke rumah sang politisi.
Demikian juga dengan salah seorang pejabat di lingkungan Pemprov NTB. Untuk relasi dan beberapa stafnya, tahun ini ia butuh 30 paket parsel. Bagi mereka, uang tak terlalu jadi perhitungan, asal relasi senang.
Kalau parsel sering dimanfaatkan sebagai trik membangun hubungan memang tak perlu diragukan lagi. Pak Mahfudz Ahmad, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya NTB, saat ditemui pada acara Tadarus Sastra di Taman Budaya Mataram pekan lalu, mengakui kalau yang memberi parsel itu pasti ada maunya. ”Saya sering dikirimi pengusaha yang mau mendapat kemudahan izin atau mau invest. Kalau ada maunya memang mereka rajin kirim parsel. Tapi kalau tidak ya nggak ada. Paling-paling adanya kalau mereka sedang promosi,” cerita  Mahfudz.
Untuk lebaran tahun ini, Mahfudz mengaku belum terima satu pun. Rupanya ada hubungannya dengan posisinya sebagai pejabat provinsi yang belakangan tak lagi punya ”gigi” soal izin, berhubung sudah era otonomi.
**** 
Kalau yang memberi ikhlas dan yang diberi memang pas maka tak akan ada masalah. Tapi kalau parsel sengaja dikirim untuk mengharap seorang pejabat yang punya wewenang memutus sesuatu berkaitan dengan bisnis atau profesi kita bisa ”dibeli” hatinya, itu pasti masalah.
Rudi, 38 tahun, salah satu pengusaha kontraktor di Kota Mataram, mengaku tiap tahun tak pernah alpa mengirim parsel ke relasinya. Tahun ini, 15 paket parsel sudah dipesannya. Beberapa diantaranya dikirimkan ke beberapa pimpro di sejumlah dinas. ”Parsel kan cara paling praktis mendekatkan diri dengan relasi,” katanya.
Saat itu parsel lantas lebih mirip angpow, semacam pemberian di kalangan tionghwa yang belakangan banyak dituding menjadi perantara yang subur bagi tumbuhnya kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Pada masa kompeni dulu, seringkali tradisi yang semula ditempat asalnya dihajatkan sebagai bagi-bagi rejeki ini berubah fungsi.
Gambaran yang cukup gamblang tentang ini pernah diungkap dalam Cau Bau Khan, sebuah film yang diangkat dari novel Remy Silado, seorang seniman gaek Indonesia. Dalam film itu, angpow dengan bungkus warna merah diserahkan oleh seorang pengusaha yang berhajat meminta bantuan kompeni untuk melancarkan urusan dagangnya. Katanya: ini tradisi kami dan tak boleh ditolak!
Orang memang bisa saja bikin alasan, tindakannya atas nama tradisi, meski saat itu sedang mengejar kepentingan pribadinya. Hanya saja, untuk ukuran Mataram, agaknya acara kirim parsel belumlah tepat disebut tradisi, karena mengirim parsel bukanlah sesuatu yang cukup mengakar dalam waktu yang lama. Apalagi kalau yang bisa partisipasi juga terbatas pada orang-orang yang berduit.
Tapi kontraktor Rudi pun punya alasan lain untuk parsel yang dikirimnya. ”Ini kan bagian dari ibadah,” katanya. Lagipula, tidak semua mengirim parsel ini untuk keperluan mempererat relasi. Ada juga yang mengirimnya kepada kerabat dan sanak keluarga seperti dilakukan Pemilik Toko Sumo di Cakranegara, Amin Trisno. Meski cuma mengirim empat atau lima parsel, ia mengaku itu sudah biasa dilakukannya.
Setuju atau tidak setuju, tentu tak ada yang berhak melarang orang untuk mengirim parsel. Tambahan lagi, yang dikirim bingkisan pun justru menerimanya dengan senang hati. Tapi mungkin juga penting untuk menggarisbawahi kata-kata Ali Bin Dahlan itu, kalau diberikan untuk yang lebih membutuhkan nilainya akan lebih berharga. ”Lebih baik berikan kepada fakir miskin,” katanya.
Mungkin saja atas alasan itulah Ali belakangan kemudian membagikan parsel ke sejumlah jajaran PNS dan honorer di Lotim. Tidak tanggung-tanggung dana yang dikeluarkan dari kas daerah mencapai Rp 500 juta.  Aksi Ali ini mengingatkan pada langkah Bupati Bima, Zainul Arifin, yang tahun lalu telah mengawali hal serupa. Sejumlah jajaran PNS dan lurah kabupaten paling timur di NTB ini pun beroleh rejeki, meski bukan berupa makanan, karena yang dibagikan adalah perlengkapan sholat berupa kain sarung.
Itu baik, tentu, meskipun tidak otomatis semua setuju. Tapi baik juga jika lebaran bisa jadi ajang introspeksi bersama terhadap persoalan sosial di sekeliling kita. Karena peristiwa yang lebih nyata pun sudah kita alami beberapa hari sebelum ini.
Beberapa hari terakhir menjelang lebaran tiba, di depan pintu rumah kita, tiap jam segerombol anak-anak ataupun orang dewasa begitu rajin mengucap salam. Selanjutnya apa yang mereka mau sudah bisa ditebak. Meskipun agak mirip, yang mereka mau pastilah bukan parsel. Untuk parsel, tidak harus meminta dan menunggu lama seperti itu. (Tim TABLOID RAKYAT)




Meraih Rejeki di Hari Lebaran

Menjelang perayaan Idul Fitri ini, parsel jadi pilihan laris manis. Parsel pun tak sekedar identik dengan roti kaleng, wafer, kopi, teh, susu, tapi juga termasuk barang-barang elektronik. Parsel pun bisa sangat elitis dan eksklusif bagi kalangan berduit. Siapa berminat menelusuri seluk-beluk bisnis ”si parsel”?


Suasana Mataram Mall yang pikuk sore itu bertambah meriah. Puluhan parsel berjejer di sepanjang lantai dekat pintu keluar Hero Supermarket, seperti taman buatan ditengah hiruk-pikuk pengunjung. Dibanding hari sebelumnya, jumlah parsel yang tergeletak jauh lebih banyak. Kata salah seorang karyawan, semakin mendekati lebaran pesanan parsel biasanya terus meningkat.
Manajer Hero Supermarket, Agus, tampak sigap melayani pesanan yang terus melonjak. Agar tak kelimpungan, ia mengatur strategi melayani pembeli. Beberapa karyawannya diberi tugas khusus membuat parsel. Kerjanya dari mendaftar kebutuhan barang hingga meracik (mengisi paket) parsel.
Naluri bisnis Agus tertentang. Meski bisniis parsel omzetnya tak sampai meledak seperti sebelum krisis ekonomi, tapi bisnis parsel tetap punya peluang. Tentu saja, ini berkaitan dengan acara saling berkirim parsel yang terus meningkat tiap tahun.
Tantangan yang sama agaknya menghinggapi Mikael Aliaman, yang satu ini adalah Manajer Pemasaran Pusat Perbelanjaan MGM di seputar Cakranegara. Jauh hari Mikael sudah punya persiapan khusus. Beberapa minggu sebelum lebaran tiba, tim khusus pembuat parsel dibentuk. Anggota timdirekrut dari karyawannya sendiri. Konon orang-orang itu banyak makan garam dalam hal racik meracik parse dan semuanya perempuan. ”Rata-rata mereka sudah menggeluti bidang iitu selama tiga tahun,” katanya disela-sela menemani karyawannya membuat parsel.
Bagi Agus dan Mikael yang sama-sama punya naluri bisnis tentu saja tidak mau kehilangan peluang. Dari trend parsel, mereka mencium peluang meraup laba.
Model parsel yang dibuat cukup beragam. Di MGM misalnya, disana bisa ditemukan berbagai macam model parsel. Sebut saja parsel dengna model Tulip, Anggrek, Mawar, Melati atau Kenanga. Dari beberapa model itu, pembeli tinggal memesan model dan dicocokkan dengan harga. Harga masing-masing model cukup bervariasi. Dari beberapa model itu, harga termahal adalah model Tulip dengan harga Rp 450 ribu per paket, sementara paket paling murah yakni model Kenanga dihargai sebesar Rp 100 ribu per paket.
Menurut Mikael, disain model parsel yang cukup beragam itu dibuat agar memudahkan konsumen. Artinya masyarakat tinggal memesan model dan dengan mudah bisa dimengerti pembuatnya.
Aturan di MGM ini agak berbeda dengan sejumlah toko lainnya. Di Mataram Plaza, parsel langsung dipajang dengan tarif yang bervariasi. Harga termurah Rp 100 ribu per paket sampai yang termahal Rp 500  ribu per paket. Disini, tarif  harga yang ditetapkan sejak awal diharapkan akan membuat konsumen dari berbagai lapisan dapat langsung memilih yang dianggap cocok, cukup hanya dengan melihat tanpa perlu merasa canggung.
Dari beberapa paket yang disediakan di Hero, paling laris biasanya memang paket harga murah meriah, seharga Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu dengan isi yang diatur lebih banyak. Artinya, isi parsel dari makanan dan minuman dipastikan dari harga yang lebih murah asal terlihat banyak. Biasanya pembeli bisa memesan langsung apa isi yang diinginkan, kemudian tinggal dibantu oleh pembuatnya untuk diracik menjadi parsel yang seindah mungkin. Sementara untuk paket berharga cukup mahal antara Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu, peminatnya dapat ditebak. Ya, tidak jauh-jauh dari kalangan berduit.
Meskipun tidak bisa memastikan, tapi Agus bisa menebak kalangan mana yang paling doyan dengan paket yang cukup mahal itu. Minggu keempat bulan yang lalu, salah satu pejabat yang tidak mau disebut namanya membeli sepuluh paket parsel. Itu pun paket yang diambil rata-rata di atas  Rp 750 ribu.
Sampai sepuluh hari sebelum lebaran saja, menurut keterangan Agus, Hero Supermarket bisa memasarkan parsel lumayan banyak. Ada 46  parsel dengan paket Rp 200 ribu, sedangkan paket Rp 250 ribu cuma laku 18 paket. Sedangkan untuk paket Rp 500 sampai Rp 750 ribu peminatnya agak kurang sehingga yang laku Cuma rata-rata 2-3 paket.
Sama halnya dengan MGM, paket paling laris Rp 250 ribu. Tapi dari target 500 parsel yang terjual tahun ini, hampir 50 persennya sudha tercapai. Menurut Miael, target ini optimis akan diraih. Artinya, kalau target itu bisa tercapai, omzet yang didapat bisa 70-80 juta lebih. ”ya, untungnya lumayan,” katanya.
Meskipun isi parsel sudah makin mengalami ”peningkatan” corak ragamnya, namun hingga kini parsel itu masih identik dengan bingkisan yang berisi makanan dan minuman ringan. Bahkan 80 persen isi parsel yang ramai dipajang di berbagai toko, pasar swalayan da supermarket berisi makanan. Tapi, karena bisa dibuat kapan saja termasuk hari-hari besar lain, parsel yang isinya dominan makanan itu memang banyak dipengaruhi momentum lebaran. Bisa jadi parsel berisi barang-barang pecah-belah seperti gelas, cangkir, jam dinding, HP atau sekedar buku. Tapi di hari lebaran, paling cocok memang yang berisi makanan dan minuman. Sebut saja makanan seperti roti, wafer, coca-cola, sprite, teh, kopi da sejenisnya.
Maraknya pesanan parsel ini pun berarti kesibukan kesibukan tersendiri bagi para karyawan, bagaimana pun juga merekalah tulang punggung pelayanan bingkisan itu. Komentar dari salah seorang karyawan Hero untuk hal ini pun cukup sederhana. ”Ini sudah bagian dari kerjaan Mas,” katanya. Si karyawan yang belakangan mengaku berasal dari Klungkung, Bali, ini sampai satu hari jelang lebaran memang masih harus bekerja sesuai jam kerja yang ada. ”Nanti pas lebaran baru libur,” kata laki-laki yang ternyata muslim itu.
Made Suryani di Ruby Department Store menunjuk dua orang karyawannya menggarap parsel. Tapi memang tak sembarang orang bisa ditugaskan menggarapnya. ”Mesti yang sudah berpengalaman,” jelasnya. Meski begitu, Suryani mengaku tidak keteteran, selalu saja ada orang yang sudah terlatih untuk urusan ini.
Untuk urusan pembuatan parsel, Made salah seorang karyawan bisa dibilang sesepuhnya. Sejak bekerja di Ruby lima tahun silam, made sudah bergelut dengan tetek-bengek parsel. Meski membuat parsel tidak terlalu sulit, tapi untuk 20 sampai 30 paket parsel tiap harinya bagi orang lain mungkin cukup langka. Tapi untuk seorang Made, 30 parsel sehari adalah hal biasa. n mai, kus  


Pembuat Parsel Serba Cepat

Made, begitu ia biasa dipanggil. Selama bulan puasa ini, waktu untuk santai baginya terasa sulit. Hari-harinya hanya disibukkan dengan membuat parsel. Bekerja di Ruby Department Store sejak lima tahun silam tidak membuatnya bosan. Dari urusan membongkar barang di gudang sampai urusan membuat parsel, semua pernah dilakoninya.

Sejak awal bulan puasa yang lalu, kesibukan Made hanya terfokus pada parsel. Maklum banyak pesanan yang harus segera diselesaikan. Sebulan itu, aktivitasnya tidak jauh-jauh dari mendaftar kebutuhan barang sampai urusan meracik parsel. Parsel dipastikan seindah mungkin dan menarik perhatian. Luar biasanya, sepanjang hari laki-laki ini dapat meracik parsel 20 sampai 30 paket. Kemampuan itu tentunya jarang bisa diikuti orang lain.
Meski menekuni parsel bisa dibilang hanya tiga tahun, terlebih lagi sifatnya musiman seperti Idul Fitri saja. Kalau ia cukup cekatan dalam meracik parsel pastilah karena naluri seninya yang cukup kuat. Bisa dibuktikan dari tampilan parsel ciptaannya. Tidak heran, langganan pun terus mengalir seperti air.
Melihat Ruby yang hujan pelanggan, itu pun tidak lepas dari kerja kerasnya. Tak aneh jika waktu ditanya apa rahasianya jawaban Made sederhana saja. ”Pelayanan terbaik, itu yang utama. Itu harus dikerjakan mulai saat pelanggan memilih model parsel sampai mengatar parsel sampai tujuan,” katanya.
Tidak hanya Made. Potret para pembuat parsel akan banyak ditemukan di beberapa pusat perbelanjaan seperti Mataram Plaza, Hero Swalayan, MGM dan Tiara Muda Swalayan. Meskipun dibilang kerja santai, tapi raut muka mereka bagaimana pun tidak bisa menyembunyikan kelelahan. Wajar saja, setiap hari mereka harus duduk dari pagi hingga sore, kadang bisa sampai malam. Itu pun kalau pesanan lagi padat, mereka harus rela begadang.
Tapi itu pun relatif tergantung banyaknya pesanan. ”Dibilang lelah sih ya, tapi ya nggak juga,” tutur Mia di sela-sela kesibukan membuat parsel di MGM. Keseharian Mia tidak ada bedanya dengan pembuat parsel lainnya. Dalam sehari ia harus merangkai tidak kurang dari 10 parsel. Meski kerja lembur, paling banter para pembuat parsel ini hanya mendapat tambahan jatah uang makan. (Tim TABLOID RAKYAT) 

sumber: Tabloid RAKYAT Edisi No. 14/Tahun II/November-Desember   2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar