Parsel bisa punya beragam arti. Parsel berarti daur ekonomi terus berjalan
bagi para pedagang yang mencoba menarik untung di bulan lebaran ini. Parsel
berarti hubungan. Say it with parcel dan bisnis Anda selanjutnya bisa lebih
lancar. Tapi parsel bisa jadi benturan. Misalnya, yang dikirimi merasa dirinya
tak pantas menerimanya. Apa yang terjadi ketika bingkisan itu terkirim? Banyak
cerita tentang parsel. Sebagian diantaranya kami hidangkan sambil menikmati
indahnya lebaran ini.
Parsel berarti peluang meraih untung bagi sejumlah tauke di pusat pertokoan
Cakranegara. Nyatanya, di MGM Plaza, lebaran tahun lalu omzet penjualan parsel
mencapai Rp 80 juta. Untuk
tahun ini, pada pertengahan puasa saja pihak MGM sudah melayani 300 pesanan.
Hal senada dikatakan Made Suryani, staf personalia Ruby Departemen Store di
sekitar Jalan Pejanggik. Menurutnya, parsel membuka peluang keuntungan yang
menjanjikan. Meski tak sebesar MGM Plaza, omzet parsel yang dikelola pihaknya
bisa mencapai Rp 40 juta. Hingga seminggu menjelang lebaran saja, dari total
target 500 parsel yang akan dijual tahun ini Suryani mengaku lebih dari 50
persen telah diangkut konsumen.
Menjelang Idul Fitri kali ini, bisnis parsel di sejumlah toko di
Cakranegara memang makin marak. Selain kedua toko diatas, parsel pun bisa
ditemui di beberapa tempat lainnya, misalnya di Tiara Muda, Mataram Plaza atau
pun di Hero Supermarket di Komplek Mataram Mall. Belum lagi parsel bikinan
ibu-ibu rumah tangga di beberapa komplek perumahan, yang dipasarkan melalui
kenalan dekatnya. Iseng-iseng sambil menghitung untung.
Dari catatan Dipperindag NTB, kalau tahun lalu hanya delapan pengusaha yang
memasarkan parsel, kini sedikitnya naik menjadi 14 pengusaha parsel.
Tapi ada kisah orang yang tak selalu senang mendapat kiriman parsel. Sebut
saja Abdullah (bukan nama sebenarnya), seorang wartawan di Mataram, kiriman
parsel justru membuatnya agak senewen. Kisahnya terjadi tepat setahun lalu
menjelang lebaran. Sejumlah rekannya mendapat angpow yang diberikan di
komplek kantor gubernur. Bukan apa-apa, tapi ia memang punya prinsip: ia akan terganggu batinnya kalau menerimanya.
Eh, tak disangka tepat sehari
menjelang lebaran, sebuah bingkisan parsel berlabel ”dari gubernur” diantarkan
seseorang ke rumahnya. Belakangan ia tahu, beberapa rekan lainnya yang tak mau
(atau tak sempat) terima hadiah lebaran di kantor gubernur itu juga dikirimi
bingkisan yang sama. Lantas parsel itu? ”Saya bagi-bagikan,” kenang Abdullah.
Ada juga orang yang merasa tak pantas menerima parsel. Ali Bin Dahlan,
Bupati Lombok Timur yang sedang sibuk membersihkan birokrasi daerahnya dari
korupsi, mengeluarkan seruan terbuka agar dirinya tak perlu dikirimi parsel.
”Lebih baik berikan pada yang perlu, masyarakat Lotim ini kan banyak yang
miskin,” katanya.
Maksud Ali, sebelumnya ia jarang dikirimi parsel kecuali oleh rekan
dekatnya, jadi kalau sekarang banyak parsel terkirim ke alamatnya, termasuk
dari bawahannya, itu pasti ada hubungannya dengan jabatan yang baru
disandangnya. ”Katanya mau bangun silaturrahmi, tapi yang terjadi malah salam
tempel,” ujar Ali.
Kalau menyimak keterangan salah seorang karyawan Hero Supermarket,
konsummen parsel memang tak jauh dari sejumlah pejabat atau pun pengusaha
daerah. Misalnya, seorang pimpinan kantor cabang dari sebuah perusahaan Jakarta
di Mataram, parsel pesanannya minta dikirmkan ke alamat sejumlah pejabat teras
Pemprov NTB. Di luar itu, ada pula seorang kepala dinas di Kota Mataram yang meminta
parselnya diantarkan ke rumah atasannya. ”Beliau minta diantar ke alamat Pak
Wali,” kata karyawan tersebut.
Salah seorang pimpinan partai besar di NTB pun suka mengirim parsel
menjelang lebaran ini. Hanya saja, pesanan ini tidak langsung dikirimkan oleh
pihak toko ke alamat yang dituju, melainkan diminta mengantar ke kediamannya.
Wartawan RAKYAT yang kebetulan lewat menyaksikan sedikitnya 20 buah parsel
masuk ke rumah sang politisi.
Demikian juga dengan salah seorang pejabat di lingkungan Pemprov NTB. Untuk
relasi dan beberapa stafnya, tahun ini ia butuh 30 paket parsel. Bagi mereka,
uang tak terlalu jadi perhitungan, asal relasi senang.
Kalau parsel sering dimanfaatkan sebagai trik membangun hubungan memang tak
perlu diragukan lagi. Pak Mahfudz Ahmad, Kepala Dinas Pariwisata dan Budaya
NTB, saat ditemui pada acara Tadarus Sastra di Taman Budaya Mataram pekan lalu,
mengakui kalau yang memberi parsel itu pasti ada maunya. ”Saya sering dikirimi
pengusaha yang mau mendapat kemudahan izin atau mau invest. Kalau ada maunya
memang mereka rajin kirim parsel. Tapi kalau tidak ya nggak ada. Paling-paling
adanya kalau mereka sedang promosi,” cerita Mahfudz.
Untuk lebaran tahun ini, Mahfudz mengaku belum terima satu pun. Rupanya ada
hubungannya dengan posisinya sebagai pejabat provinsi yang belakangan tak lagi
punya ”gigi” soal izin, berhubung sudah era otonomi.
****
Kalau yang memberi ikhlas dan yang diberi memang pas maka tak akan ada
masalah. Tapi kalau parsel sengaja dikirim untuk mengharap seorang pejabat yang
punya wewenang memutus sesuatu berkaitan dengan bisnis atau profesi kita bisa
”dibeli” hatinya, itu pasti masalah.
Rudi, 38 tahun, salah satu pengusaha kontraktor di Kota Mataram, mengaku tiap
tahun tak pernah alpa mengirim parsel ke relasinya. Tahun ini, 15 paket parsel
sudah dipesannya. Beberapa diantaranya dikirimkan ke beberapa pimpro di
sejumlah dinas. ”Parsel kan cara paling praktis mendekatkan diri dengan
relasi,” katanya.
Saat itu parsel lantas lebih mirip angpow, semacam pemberian di
kalangan tionghwa yang belakangan banyak dituding menjadi perantara yang
subur bagi tumbuhnya kongkalikong antara penguasa dan pengusaha. Pada masa
kompeni dulu, seringkali tradisi yang semula ditempat asalnya dihajatkan
sebagai bagi-bagi rejeki ini berubah fungsi.
Gambaran yang cukup gamblang tentang ini pernah diungkap dalam Cau Bau
Khan, sebuah film yang diangkat dari novel Remy Silado, seorang seniman gaek
Indonesia. Dalam film itu, angpow dengan bungkus warna merah diserahkan
oleh seorang pengusaha yang berhajat meminta bantuan kompeni untuk melancarkan
urusan dagangnya. Katanya: ini tradisi kami dan tak boleh ditolak!
Orang memang bisa saja bikin alasan, tindakannya atas nama tradisi, meski
saat itu sedang mengejar kepentingan pribadinya. Hanya saja, untuk ukuran
Mataram, agaknya acara kirim parsel belumlah tepat disebut tradisi, karena
mengirim parsel bukanlah sesuatu yang cukup mengakar dalam waktu yang lama.
Apalagi kalau yang bisa partisipasi juga terbatas pada orang-orang yang
berduit.
Tapi kontraktor Rudi pun punya alasan lain untuk parsel yang dikirimnya.
”Ini kan bagian dari ibadah,” katanya. Lagipula, tidak semua mengirim parsel
ini untuk keperluan mempererat relasi. Ada juga yang mengirimnya kepada kerabat
dan sanak keluarga seperti dilakukan Pemilik Toko Sumo di Cakranegara, Amin
Trisno. Meski cuma mengirim empat atau lima parsel, ia mengaku itu sudah biasa
dilakukannya.
Setuju atau tidak setuju, tentu tak ada yang berhak melarang orang untuk
mengirim parsel. Tambahan lagi, yang dikirim bingkisan pun justru menerimanya
dengan senang hati. Tapi mungkin juga penting untuk menggarisbawahi kata-kata
Ali Bin Dahlan itu, kalau diberikan untuk yang lebih membutuhkan nilainya akan
lebih berharga. ”Lebih baik berikan kepada fakir miskin,” katanya.
Mungkin saja atas alasan itulah Ali belakangan kemudian membagikan parsel
ke sejumlah jajaran PNS dan honorer di Lotim. Tidak tanggung-tanggung dana yang
dikeluarkan dari kas daerah mencapai Rp 500 juta. Aksi Ali ini mengingatkan pada langkah Bupati
Bima, Zainul Arifin, yang tahun lalu telah mengawali hal serupa. Sejumlah
jajaran PNS dan lurah kabupaten paling timur di NTB ini pun beroleh rejeki,
meski bukan berupa makanan, karena yang dibagikan adalah perlengkapan sholat
berupa kain sarung.
Itu baik, tentu, meskipun tidak otomatis semua setuju. Tapi baik juga jika
lebaran bisa jadi ajang introspeksi bersama terhadap persoalan sosial di sekeliling
kita. Karena peristiwa yang lebih nyata pun sudah kita alami beberapa hari
sebelum ini.
Beberapa hari terakhir menjelang lebaran tiba, di depan pintu rumah kita,
tiap jam segerombol anak-anak ataupun orang dewasa begitu rajin mengucap salam.
Selanjutnya apa yang mereka mau sudah bisa ditebak. Meskipun agak mirip, yang
mereka mau pastilah bukan parsel. Untuk parsel, tidak harus meminta dan
menunggu lama seperti itu. (Tim TABLOID RAKYAT)
Meraih Rejeki di Hari Lebaran
Menjelang perayaan Idul Fitri ini, parsel jadi pilihan laris manis. Parsel
pun tak sekedar identik dengan roti kaleng, wafer, kopi, teh, susu, tapi juga
termasuk barang-barang elektronik. Parsel pun bisa sangat elitis dan eksklusif
bagi kalangan berduit. Siapa berminat menelusuri seluk-beluk bisnis ”si
parsel”?
Suasana Mataram Mall yang pikuk sore itu bertambah meriah. Puluhan parsel
berjejer di sepanjang lantai dekat pintu keluar Hero Supermarket, seperti taman
buatan ditengah hiruk-pikuk pengunjung. Dibanding hari sebelumnya, jumlah
parsel yang tergeletak jauh lebih banyak. Kata salah seorang karyawan, semakin
mendekati lebaran pesanan parsel biasanya terus meningkat.
Manajer Hero Supermarket, Agus, tampak sigap melayani pesanan yang terus
melonjak. Agar tak kelimpungan, ia mengatur strategi melayani pembeli. Beberapa
karyawannya diberi tugas khusus membuat parsel. Kerjanya dari mendaftar kebutuhan barang hingga
meracik (mengisi paket) parsel.
Naluri bisnis Agus tertentang. Meski bisniis parsel omzetnya tak sampai
meledak seperti sebelum krisis ekonomi, tapi bisnis parsel tetap punya peluang.
Tentu saja, ini berkaitan dengan acara saling berkirim parsel yang terus
meningkat tiap tahun.
Tantangan yang sama agaknya menghinggapi Mikael Aliaman, yang satu ini
adalah Manajer Pemasaran Pusat Perbelanjaan MGM di seputar Cakranegara. Jauh
hari Mikael sudah punya persiapan khusus. Beberapa minggu sebelum lebaran tiba,
tim khusus pembuat parsel dibentuk. Anggota timdirekrut dari karyawannya
sendiri. Konon orang-orang itu banyak makan garam dalam hal racik meracik parse
dan semuanya perempuan. ”Rata-rata mereka sudah menggeluti bidang iitu selama
tiga tahun,” katanya disela-sela menemani karyawannya membuat parsel.
Bagi Agus dan Mikael yang sama-sama punya naluri bisnis tentu saja tidak
mau kehilangan peluang. Dari trend parsel, mereka mencium peluang meraup laba.
Model parsel yang dibuat cukup beragam. Di MGM misalnya, disana bisa
ditemukan berbagai macam model parsel. Sebut saja parsel dengna model Tulip,
Anggrek, Mawar, Melati atau Kenanga. Dari beberapa model itu, pembeli tinggal memesan model dan dicocokkan
dengan harga. Harga masing-masing model cukup bervariasi. Dari beberapa model
itu, harga termahal adalah model Tulip dengan harga Rp 450 ribu per paket,
sementara paket paling murah yakni model Kenanga dihargai sebesar Rp 100 ribu
per paket.
Menurut Mikael, disain model parsel yang cukup beragam itu dibuat agar
memudahkan konsumen. Artinya masyarakat tinggal memesan model dan dengan mudah
bisa dimengerti pembuatnya.
Aturan di MGM ini agak berbeda dengan sejumlah toko lainnya. Di Mataram
Plaza, parsel langsung dipajang dengan tarif yang bervariasi. Harga termurah Rp
100 ribu per paket sampai yang termahal Rp 500 ribu per paket. Disini, tarif harga yang ditetapkan sejak awal diharapkan
akan membuat konsumen dari berbagai lapisan dapat langsung memilih yang
dianggap cocok, cukup hanya dengan melihat tanpa perlu merasa canggung.
Dari beberapa paket yang disediakan di Hero, paling laris biasanya
memang paket harga murah meriah, seharga Rp 200 ribu hingga Rp 250 ribu dengan
isi yang diatur lebih banyak. Artinya, isi parsel dari makanan dan minuman
dipastikan dari harga yang lebih murah asal terlihat banyak. Biasanya pembeli
bisa memesan langsung apa isi yang diinginkan, kemudian tinggal dibantu oleh
pembuatnya untuk diracik menjadi parsel yang seindah mungkin. Sementara untuk
paket berharga cukup mahal antara Rp 500 ribu hingga Rp 750 ribu, peminatnya
dapat ditebak. Ya, tidak jauh-jauh dari kalangan berduit.
Meskipun tidak bisa memastikan, tapi Agus bisa menebak kalangan mana
yang paling doyan dengan paket yang cukup mahal itu. Minggu keempat bulan yang
lalu, salah satu pejabat yang tidak mau disebut namanya membeli sepuluh paket
parsel. Itu pun paket yang diambil rata-rata di atas Rp 750 ribu.
Sampai sepuluh hari sebelum lebaran saja, menurut keterangan Agus, Hero
Supermarket bisa memasarkan parsel lumayan banyak. Ada 46 parsel dengan paket Rp 200 ribu, sedangkan
paket Rp 250 ribu cuma laku 18 paket. Sedangkan untuk paket Rp 500 sampai Rp
750 ribu peminatnya agak kurang sehingga yang laku Cuma rata-rata 2-3 paket.
Sama halnya dengan MGM, paket paling laris Rp 250 ribu. Tapi dari target
500 parsel yang terjual tahun ini, hampir 50 persennya sudha tercapai. Menurut
Miael, target ini optimis akan diraih. Artinya, kalau target itu bisa tercapai,
omzet yang didapat bisa 70-80 juta lebih. ”ya, untungnya lumayan,” katanya.
Meskipun isi parsel sudah makin mengalami ”peningkatan” corak ragamnya,
namun hingga kini parsel itu masih identik dengan bingkisan yang berisi makanan
dan minuman ringan. Bahkan 80 persen isi parsel yang ramai dipajang di berbagai
toko, pasar swalayan da supermarket berisi makanan. Tapi, karena bisa dibuat kapan
saja termasuk hari-hari besar lain, parsel yang isinya dominan makanan itu
memang banyak dipengaruhi momentum lebaran. Bisa jadi parsel berisi
barang-barang pecah-belah seperti gelas, cangkir, jam dinding, HP atau sekedar
buku. Tapi di hari lebaran, paling cocok memang yang berisi makanan dan
minuman. Sebut saja makanan seperti roti, wafer, coca-cola, sprite, teh, kopi
da sejenisnya.
Maraknya pesanan parsel ini pun berarti kesibukan kesibukan tersendiri bagi
para karyawan, bagaimana pun juga merekalah tulang punggung pelayanan bingkisan
itu. Komentar dari salah seorang karyawan Hero untuk hal ini pun cukup
sederhana. ”Ini sudah bagian dari kerjaan Mas,” katanya. Si karyawan yang
belakangan mengaku berasal dari Klungkung, Bali, ini sampai satu hari jelang
lebaran memang masih harus bekerja sesuai jam kerja yang ada. ”Nanti pas
lebaran baru libur,” kata laki-laki yang ternyata muslim itu.
Made Suryani di Ruby Department Store menunjuk dua orang karyawannya
menggarap parsel. Tapi memang tak sembarang orang bisa ditugaskan menggarapnya.
”Mesti yang sudah berpengalaman,” jelasnya. Meski begitu, Suryani mengaku tidak
keteteran, selalu saja ada orang yang sudah terlatih untuk urusan ini.
Untuk urusan pembuatan parsel, Made salah seorang karyawan bisa dibilang sesepuhnya.
Sejak bekerja di Ruby lima tahun silam, made sudah bergelut dengan tetek-bengek
parsel. Meski membuat parsel tidak terlalu sulit, tapi untuk 20 sampai 30 paket
parsel tiap harinya bagi orang lain mungkin cukup langka. Tapi untuk seorang
Made, 30 parsel sehari adalah hal biasa. n mai, kus
Pembuat Parsel Serba Cepat
Made, begitu ia biasa dipanggil. Selama bulan puasa ini, waktu untuk santai baginya terasa sulit.
Hari-harinya hanya disibukkan dengan membuat parsel. Bekerja di Ruby Department
Store sejak lima tahun silam tidak membuatnya bosan. Dari urusan membongkar
barang di gudang sampai urusan membuat parsel, semua pernah dilakoninya.
Sejak awal bulan puasa yang lalu, kesibukan Made hanya terfokus pada
parsel. Maklum banyak pesanan yang harus segera diselesaikan. Sebulan itu,
aktivitasnya tidak jauh-jauh dari mendaftar kebutuhan barang sampai urusan
meracik parsel. Parsel dipastikan seindah
mungkin dan menarik perhatian. Luar biasanya, sepanjang hari laki-laki ini
dapat meracik parsel 20 sampai 30 paket. Kemampuan itu tentunya jarang bisa
diikuti orang lain.
Meski menekuni parsel bisa dibilang hanya tiga tahun, terlebih lagi
sifatnya musiman seperti Idul Fitri saja. Kalau ia cukup cekatan dalam meracik
parsel pastilah karena naluri seninya yang cukup kuat. Bisa dibuktikan dari
tampilan parsel ciptaannya. Tidak heran, langganan pun terus mengalir seperti
air.
Melihat Ruby yang hujan pelanggan, itu pun tidak lepas dari kerja kerasnya.
Tak aneh jika waktu ditanya apa rahasianya jawaban Made sederhana saja.
”Pelayanan terbaik, itu yang utama. Itu harus dikerjakan mulai saat pelanggan
memilih model parsel sampai mengatar parsel sampai tujuan,” katanya.
Tidak hanya Made. Potret para pembuat parsel akan banyak ditemukan di
beberapa pusat perbelanjaan seperti Mataram Plaza, Hero Swalayan, MGM dan Tiara
Muda Swalayan. Meskipun dibilang kerja
santai, tapi raut muka mereka bagaimana pun tidak bisa menyembunyikan
kelelahan. Wajar saja, setiap hari mereka harus duduk dari pagi hingga sore,
kadang bisa sampai malam. Itu pun kalau pesanan lagi padat, mereka harus rela
begadang.
Tapi itu pun relatif tergantung banyaknya pesanan. ”Dibilang lelah sih ya,
tapi ya nggak juga,” tutur Mia di sela-sela kesibukan membuat parsel di MGM.
Keseharian Mia tidak ada bedanya dengan pembuat parsel lainnya. Dalam sehari ia
harus merangkai tidak kurang dari 10 parsel. Meski kerja lembur, paling banter
para pembuat parsel ini hanya mendapat tambahan jatah uang makan. (Tim TABLOID
RAKYAT)
sumber: Tabloid RAKYAT Edisi No. 14/Tahun
II/November-Desember 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar